Kapan Disyariatkan Membaca Hamdalah

Catatan Penting Terkait Hamdalah (1)
KAPAN DISYARIATKAN MEMBACA HAMDALAH?
1. Definisi Hamdalah
Al-Hamdu (الْحَمْدُ) secara bahasa artinya pujian. Secara istilah, Al-Hamdu yaitu pujian dengan lisan dan hati kepada yang Maha Pemberi Nikmat. (Fathul Qadir, 1/19)
Ketika ada orang yang pemurah, pemberani, dan penyayang maka akan disebutkan perilakunya lalu memujinya.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah mengatakan bahwa Alhamdulillah adalah pujian untuk Allah yang memiliki sifat-sifat yang Maha Sempurna dan perbuatanNya berlandaskan keutamaan dan keadilan. Dan Allah terpuji dari berbagai sisi. (Tafsir Karimur Rahman, 1/27)
Oleh karena itu, kata Alhamdulillah menunjukkan bahwa Allah memiliki Nama-nama dan Sifat-sifat yang Tinggi dan Maha Indah agar hamba-Nya menetapkan sesuai yang pantas bagi Allah. Sebagaimana Allah memuji diri-Nya sendiri, Dia-lah Dzat yang Maha Terpuji. Dan Allah mencintai pujian serta mencintai orang yang memuji kepada-Nya
1. Perbedaan As-Syukru dan Al-Hamdu
Para Ulama berbeda pendapat apakah antara As-Syukru (الشكر) dan Al-Hamdu (الحمد) sama atau berbeda. Diantaranya rincian sebagai berikut:
- Tidak ada perbedaan antara As-Syukru dan Al-Hamdu, keduanya sama. Inilah pendapat Ibnu Jarir Ath-Thabari.
- As-Syukru dan Al-Hamdu memiliki perbedaan dari dua sisi. Pertama, Al-Hamdu hanya dilakukan secara lisan, sedangkan As-Syukru dilakukan secara lisan, hati, dan perbuatan. Kedua, Al-Hamdu diucapkan ketika mendapatkan nikmat atau ujian, sedangkan As-Syukru diucapkan hanya sebatas pada nikmat yang diterima.
Oleh karena itu, Al-Hamdu lebih umum dibandingkan As-Syukru. Al-Hamdu diucapkan pada segala kondisi baik ketika mendapatkan sesuatu yang disenangi atau sesuatu yang tidak disenangi. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ ». وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ ».
Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat (Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya menjadi sempurna amal-amal kebaikan)”. Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal (Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan)”. (HR. Ibnu Majah no. 3803 dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani
2. Kapan Hamdalah Sunnah untuk Diucapkan?
- Ketika mendapatkan nikmat, baik berupa nikmat islam, iman, ataupun nikmat yang lain. Apapun bentuk nikmat dan kondisi yang kita alami maka ucapkan hamdalah.
- Ketika sedang khutbah Jum’at atau khutbah pernikahan.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan: “Innal hamda lillah nahmaduhu wa nasta’inuhu …. (Segala puji bagi Allah. Hanya kepadaNya, kami memuji dan meminta pertolongan. Barangsiapa Allah beri petunjuk maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa Allah sesatkan maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad hamba dan rasul-Nya).” (HR. Muslim no. 868 dalam Kitab Shalat Jumat)
- Selepas shalat fardhu, dibaca di waktu wirid/dzikir.
- Ketika membaca dzikir pagi dan petang.
- Ketika dalam shalat. Terdapat bacaan hamdalah, seperti do’a iftitah atau bangun dari ruku’ dan lainnya.
- Dibaca sebelum tidur. (Shahihul Jaami’ no. 3230)
- Ketika Qiyamul Lail.
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيَّامُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَأَخَّرْتُ، وَأَسْرَرْتُ وَأَعْلَنْتُ، أَنْتَ إِلَهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
(HR. Abu Daud no. 771). Teks di atas dikenal dengan doa ketika tahajjud atau qiyamul lail.
- Ketika bangun dari tidur
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ قَالَ : بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا . وَإِذَا قَامَ قَالَ :الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak menuju tempat tidur, beliau berdoa: “Bismika amuutu wa ahyaa (Dengan Nama-Mu, aku mati dan aku hidup)”. Dan ketika bangun, beliau berdoa: “Alhamdulillah alladzi ahyaana ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami kembali setelah mematikan kami dan kepada Allah akan bangkit)”. (HR. Al-Bukhari no. 6314, Muslim no. 2711, dan lainnya)
- Ketika memakai pakaian
قَالَ : وَمَنْ لَبِسَ ثَوْبًا فَقَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Bagi orang yang memakai pakaian, maka ucapkanlah: “Alhamdulillah alladzi kasaani hadzats tsauba wa rozaqoniihi min ghori haulin minni wa laa quwwah (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku pakaian ini dan melimpahkannya kepadaku tanpa daya dan kekuatanku)”. (HR. Abu Dawud no. 4032, At-Tirmidzi no. 3458, dan lainnya)
- Ketika selesai makan
قَالَ : مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Bagi orang yang selesai makan, maka ucapkanlah: “Alhamdulillah alladzi ath’amani hadzath Tho’ama wa rozaqoniihi min ghori haulin minni wa laa quwwah (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan melimpahkannya kepadaku tanpa daya dan kekuatanku)”. (HR. Abu Dawud no. 4032, At-Tirmidzi no. 3458, Ibnu Majah no. 3285, dan lainnya)
Demikian beberapa kondisi kita disyariatkan untuk membaca hamdalah dalam berbagai redaksi. InsyaAllah akan dilanjut dengan keutamaan dan faedah ketika membaca hamdalah.
Semoga Allah berikan kita taufiq dan hidayahNya agar dapat melaksanakan setiap ilmu yang kita dapatkan. Semoga bermanfaat.
Bersambung . . .
Ditulis Oleh:
Ustadz Abu Rufaydah حفظه الله
(Kontributor Bimbinganislam)