Fiqih

Junub Ketika Sakit, Bolehkah Ganti Tayamum?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Junub Ketika Sakit, Bolehkah Ganti Tayamum?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan Junub Ketika Sakit, Bolehkah Ganti Tayamum? Selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah menjaga ustadz dan keluarga.
Izin bertanya, Ustadz. Apakah di saat sakit kemudian kita junub cukup dengan bertayamum saja ketika hendak shalat. Terus bagaimana dengan shalat selanjutnya apakah bertayamum lagi ataukah sudah bisa berwudu?
Terima kasih jazakumullahu khairan wa barakallahu fiikum.

جزاك الله خيرا

(Dari Fulan Anggota Grup Whatsapp Sahabat BiAS)


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Saat Sakit dan Junub, Bolehkah Bersuci dengan Cara Tayamum?

Jika seseorang sakit, kemudian junub dan tidak memungkinkan baginya menyentuh air, seperti mandi dan berwudhu dengan air, karena sakitnya akan bertambah parah menurut keterangan dokter ahli, atau kuat praduga akan mendatangkan mudharat yang lebih besar berdasarkan pengalaman yang ada, maka boleh baginya bertayamum.

Allah Ta’ala Berfirman;

وَإنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أو على سَفَرٍ أو جَاءَ أحَدٌ مِنْكُمْ من الغَائطِ أو لامَسْتُم النِّسَاءَ فلمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً فَامْسَحُوا بِوجُوهِكُمْ وَأيْديكمْ إنَّ اللَّهَ كَانَ عَفوَّاً غَفورَاً

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); usaplah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An Nisa’: 43)

Saat khawatir menggunakan air akan menimbulkan bahaya atau sakit akan bertambah parah, terdapat dalam penjelasan hadits berikut;

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلمأُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ »

Dari Jabir, ia berkata, “Kami pernah keluar pada saat safar, lalu seseorang di antara kami ada yang terkena batu dan kepalanya terluka. Kemudian ia mimpi basah dan bertanya pada temannya, “Apakah aku mendapati keringanan untuk bertayamum?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati padamu adanya keringanan padahal engkau mampu menggunakan air.” Orang tersebut kemudian mandi (junub), lalu meninggal dunia. Ketika tiba dan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menceritakan kejadian orang yang mati tadi. Beliau lantas bersabda, “Mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Hendaklah mereka bertanya jika tidak punya ilmu karena obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukup baginya bertayamum dan mengusap lukanya.” (HR. Abu Daud, no. 336, Ibnu Majah, no. 572 dan lainnya. Ahli hadits Syaikh Al Albani menghukumi bahwa hadits ini hasan selain perkataan ‘cukup baginya bertayamum’)

Apakah Satu tayamum Boleh Digunakan Untuk Lebih Dari Satu Kali Shalat Fardhu/Sunnah?

Para ulama berbeda pendapat tentang apakah tayamum itu statusnya sama dengan wudhu ataukah tidak. Karena jawaban akhirnya akan berimplikasi pada beberapa amalan ibadah. Bila statusnya sama, maka berarti sekali tayamum boleh digunakan untuk beberapa kali shalat selama belum batal, sebagaimana pada hukum wudhu.

Wallahu A’lam, kami condong pada pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau berfatwa;

Baca Juga:  Apakah Wanita Haid Termasuk Dalam Kondisi Junub?

ويجوز أن يصلي الصلوات بتيمم واحد، كما يجوز بوضوء واحد، وغسل واحد، في أظهر قولي العلماء

“Dan boleh hukumnya bagi seseorang melakukan beberapa shalat (wajib maupun sunnah) dengan menggunakan satu tayamum, sebagaimana boleh baginya melakukan beberapa kali shalat (wajib maupun sunnah) dengan satu wudhu saja, satu kali mandi berdasarkan pendapat yang lebih nampak benar dari 2 pendapat ulama yang ada. (Majmu’ Fatawa : 12/223).

Pada abad ini, Mufti agung negeri haramain (tanah haram) juga menguatkan pendapat ini; beliau Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah pernah berfatwa;

التيمم كالوضوء، هذا هو الأصح من أقوال أهل العلم، التيمم كالوضوء؛ يقول النبي ﷺ: الصعيد وضوء المسلم، وإن لم يجد الماء عشر سنين، ويقول عليه الصلاة والسلام في الحديث الصحيح: جعلت لي الأرض مسجدًا وطهورًا، فسمى ترابها طهورًا، فإذا تيمم للظهر وجاء العصر وهو على طهارة؛ صلى بالتيمم العصر إذا كان معذورًا لمرض يضره الماء أو لعدم وجود الماء، فالمقصود أن التيمم يقوم مقام الماء، فإذا تيمم لصلاة الضحى وجاء الظهر صلى به، أو تيمم للظهر وجاء العصر وهو على طهارة صلى به وهكذا كالماء، إلا إذا وجد ما يبطل التيمم كوجود الماء أو كونه مريض يضره الماء ثم شفي يستعمل الماء.

“Tayamum itu statusnya sama dengan wudhu ini pendapat yang lebih benar dari sekian banyak pendapat para ulama’. Nabi bersabda:

الصعيد وضوء المسلم، وإن لم يجد الماء عشر سنين،

“Permukaan tanah itu wudhunya orang Islam meski ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun.”

Beliau juga bersabda di dalam hadits yang shahih:

جعلت لي الأرض مسجدًا وطهورًا

“Bumi/tanah itu dijadikan untukku sebagai masjid dan sarana untuk bersuci.”

Jadi beliau di dalam hadits tersebut menyebut tanah sebagai thahur (suci dan mensucikan). Apabila seseorang bertayamum untuk shalat Dzuhur, lalu masuk waktu shalat Ashar dan ia masih suci maka ia shalat Ashar dengan tayamum yang tadi apabila ia memiliki udzur untuk tidak menggunakan air dan bisa termadharati jika menggunakan air, atau karena ia tak mendapatkan air.

Maknanya adalah bahwa tayamum itu menggantikan posisi air, apabila seseorang bertayamum untuk shalat Dhuha, lalu masuk waktu Dzuhur ia boleh shalat dengan menggunakan tayamum yang tadi. Atau seseorang bertayamum untuk shalat Dzuhur lalu masuk waktu Ashar maka ia shalat dengan menggunakan tayamum yang tadi sama halnya dengan air.

Kecuali jika ia mendapatkan hal yang membatalkan tayamum seperti adanya air, atau ia telah sembuh dari sakitnya, maka ia harus menggunakan air.” (Fatawa Syaikh Bin Baz, no. 14355).

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Kamis, 12 Rabiul Akhir 1443 H/18 November 2021 M


Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam

Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button