Jika Setelah Menikah Tidak Ada Rasa Cinta

Pertanyaan
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Ustadz, ada sepasang suami istri menikah melalui perjodohan, tetapi selama menikah sang suami tidak pernah menyentuh istrinya, karena tidak ada rasa suka. Hingga saat ini orang tuanya pun tau keadaan itu. Tetapi untuk membahagiakan orangtuanya, perempuan itu tetap bersama suaminya.
Bolehkah istri menggugat cerai jika demikian? Bagaimana dengan pernikahan seperti ini, Ustadz? Mohon solusi & nasihatnya.
جَزَاك اللَّهُ خَيْرًا
(Fulanah, Sahabat BiAS T06 G-58)
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Sebagimana Allah ta’ala memberikan hak talak kepada lelaki, Allah ta’ala juga memberikan hak khulu’/minta cerai kepada wanita.
Jika wanita merasa tidak cinta dengan suaminya dan tidak bisa menjalani hidup bersamanya maka ia diperbolehkan mengajukan khulu’ dengan mengembalikan mahar yang dulu pernah ia terima. Allah ta’ala berfirman :
وَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا مِمَّا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلآَّ أَن يَخَافَآ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.”
(Al-Baqarah: 229 )
Disebutkan dalam sebuah riwayat :
أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ لَا يُتَابَعُ فِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
Isteri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu.” Abu Abdullah berkata; Tidak ada hadis penguat dari Ibnu Abbas.
(HR Bukhari : 4867).
Meski demikian jika suami penanya adalah seorang lelaki yang shalih, jika ia tidak mencintai istrinya, ia tidak mau menzaliminya, maka lebih baik tetap bertahan pada keadaan tersebut hingga Allah memberikan jalan keluar terbaik.
Karena pondasi rumah tangga itu bukan hanya bertumpu pada rasa cinta tapi bertumpu pada agama. Jika ia memiliki agama yang baik maka ia layak dipertahankan. Karena barangkali saja jika si istri bercerai kemudian menikah dengan lelaki lain yang tidak bagus agamanya, itu akan menjadi sebab si istri didzalimi dan menimbulkan madharat serta bahaya yang lebih besar.
Wallahu a’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al-Bayaty حفظه الله
Tanya Jawab
Grup WA Bimbingan Islam T06
Senin, 09 Jumadal Ula 1438 H / 06 Februari 2017 M