Keluarga

Jangan Buru-Buru Cerai Jika Suami Malas Bekerja

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan Jangan Buru-Buru Cerai Jika Suami Malas Bekerja. Selamat membaca.

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Ana ingin bertanya, jika suami tidak menafkahi istri bahkan anaknya karena malas bekerja, sudah diberi nasihat tetap tidak bisa, kalau dinasihati orang lain malah mengeluarkan kata2 yang tidak pantas diucapkan, kasar kepada istri, bahkan sekarang malah istri yang memberi dia makan. Jika istri belum menceraikan suami dengan alasan kasihan, apakah istri dosa besar kepada suami?

Tetapi istri juga tidak satu atap dengan suami. Suami di rumah lama karena longsor dan istri sama anaknya ikut adek(istri), dan mungkin menolak ajakan suami, bagaimana hukumnya.

Saran ustadz yang terbaik bagaimana? Apakah cerai? Karena istri saking sabarnya, bahkan suami dzhalim kepada dia dan anaknya, istri masih sabar malah memberi makan dan kadang memberi uang (suami pengangguran malas kerja). Jika belum cerai apakah istri sama dengan menumpuk dosa karena tidak menjalankan kewajibannya dengan baik (menolak ajakan suami) tetapi suaminya dzhalim. Semoga dibaca dan berkenan untuk menjawab. Syukron

(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS via Instagram Bimbingan Islam)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh

Seorang suami wajib hukumnya memberi nafkah pada anak dan istrinya, nafkah sandang, pangan dan papan sesuai batas kemampuan. Kewajiban menafkahi adalah kewajiban suami, bukan tanggung jawab istri. Jika suami tidak melakukannya tanpa ada udzur yang bisa diterima oleh syariat, maka suami telah berdosa, meskipun istri telah berusaha mencukupi nafkah keluarga.

Di antara dalil wajibnya nafkah atas suami adalah beberapa keterangan berikut:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاههُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. At-Thalaq: 7).

Jika suami malas bekerja dan hanya bergantung dan membebani istri, maka dinasihati dengan cara terbaik. Mintalah petunjuk kepada Allah Ta’ala, Dialah Yang Maha Kuasa mengatur seluruh persoalan makhluk, juga musyawarahkan dulu secara ma’ruf dengan orang tua, ajak dialog dengan kepala dingin, apatah lagi anda sudah mempunyai anak dan juga pernah menolak ajakan suami karena jengkel dan suami tidak punya rumah yang aman.

Ingatlah, boleh jadi suami sedang berada pada posisi di “bawah” dan kondisi “lemah”, yang ia butuhkan sekarang adalah doa, bantuan dan dukungan istrinya, saling menguatkan di kala duka dan susah, berkomunikasi dengan baik adalah diharapkan, cari inti akar masalah, kenapa suami malas bekerja, apakah ada alasan kuat yang melatarbelakanginya atau adakah alasan lain?

Maka jangan buru-buru minta cerai, tempuhlah dulu cara-cara agar perceraian itu tidak terjadi, ini adalah hal yang dituntut dan dianjurkan.

Suami Istri yang tidak tinggal satu atap hanya akan melebarkan jurang perpisahan, ikutlah tinggal bersama suami dan layani ia dengan sebaik mungkin. Gambaran hubungan suami istri yang ideal telah Allah Ta’ala terangkan di dalam Al-Qur’an, di antaranya laksana pakaian dengan badan, sebagaimana firman-Nya yang mulia,

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

“Mereka (istri) itu adalah pakaian kalian, (wahai suami). Dan kalian (suami) adalah pakaian bagi mereka (istri-istri kalian).” (QS. Al Baqarah: 187).

Berdasarkan ayat di atas, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyampaikan bahwa antara suami dengan istri itu sebagaimana hubungan mutualisme antara pakaian dengan badan. Dan pakaian itu dekat (tidak jauh dari badan), artinya tinggal bersama dan hidup se-atap. Bila suami dan istri ingin memiliki hubungan yang harmonis dan ideal, maka jangan jauh-jauh dari makna ini.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Kamis, 16 Rajab 1443 H/ 17 Februari 2022 M


Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

 

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button