Istiqomah Hati Penting

Istiqomah Hati Penting
Mengenal hakekat Istiqomah akan membawa kita kepada kesimpulan bahwa dasar istiqomah adalah istiqomah hati. Hal inilah yang dijelaskan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ
“Tidak istiqomah iman seorang hamba hingga istiqomah hatinya.”
(HR Ahmad dari hadits Anas bin Malik dan dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 2554)
Dengan demikian keitiqamahan bergantung kepada keistiqomahan hati. Imam ibnu Rajab menjelaskan hal ini : dasar istiqomah adalah istiqomah hati diatas tauhid; sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah).”
(QS Fushshilat : 30)
Ditafsirkan Abu bakar dan selainnya. Sehingga bila hati istiqomah dalam mengenal Allah, takut, pengangungan dan rasa takut serta kecintaan kepada Allah. Juga istiqomah diatas kehendak, pengharapan, doa dan tawakal kepadanya serta berpaling dari selain Allah, maka seluruh anggota badan istiqomah diatas ketaatan kepada Allah.
Hal ini karena hati adalah raja seluruh Angota tubuh dan anggota tubuh adalah tentara hati. Apabila rajanya istiqomah maka tentara dan rakyatnya juga istiqomah.
Dasarnya adalah hadits dalam Shahihain dari an-Nu’maan bin basyiir Radhiyallahu ‘Anhu,beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ , وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ
“Ketahuilah sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging, apabila baik maka akan baik seluruh tubuhnya dan bila rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah itu adalah hati.”
Imam ibnu al-Qayyim menjelaskan masalah ini dalam pendahuluan kitab Ighatsatullahafan min Mashaayid as-syaithan:
Ketika hati dibanding anggota tubuh seperti raja yang bebas mengatur pada tentaranya yang bergerak dengan perintahnya dan menggunakannya menurut sesuka hati, maka seluruhnya berada pada kekuasaan dan anggota tubuh mendapatkan darinya keistiqomahan dan penyimpangan dan mengikuti hati pada semua yang diyakininya berupa tekad atau selainnya, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً, إِذَا صَلَحَتْ, صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ القَلْبُ
“Ketahuilah sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging, apabila baik maka akan baik seluruh tubuhnya dan bila rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah itu adalah hati.”
Dialah rajanya dan anggota tubuh adalah pelaksana semua perintahnya dan siap menerima semua hidayah yang dibawa hati. Oleh karenanya tidak akan istiqomah satu amalan hingga muncul dari tujuan dan niat hati, sehingga hati akan dimintai pertanggung jawabannya. Lihatlah firman Allah :
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى الله بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
(QS Asy-Syu’aara 88-89)
Demikian juga diantara doa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
أَسْألُكَ قَلْباً سَلِيمًا
“Aku memohon kepada-Mu hati yang bersih.”
(HR ath-Thabrani dan dishahihkan al-Albani dalam silsilah shahihah 3288)
Bagaimana hati istiqamah?
Hati akan istiqomah dengan dua perkara:
1. Mendahulukan yang Allah cintai atas yang dicintai dirinya.
2. Mengagungkan perintah dan larangan yang menjadi akibat dari pengagungan pemberi perintah dan larangan yaitu Allah. Seorang kadang melaksanakan perintah untuk dilihat orang lain dan untuk mencari kedudukan. Kadang menghindari larangan karena takut hancur reputasinya atau takut dengan hukuman duniawi yang telah ditetapkan syariat, seperti hudud. Ini bukan berasalan dari pengagungan perintah dan larangan dan juga bukan karena mengagungkan Allah.
Mengagungkan perintah dan larangan adalah dengan memperhatikan waktu dan batasannya, sehingga dapat melaksanakan amalan dengan rukun, kewajiban dan sunnah-sunnahnya. Juga bersemangat untuk menyempurnakan dan bersegera melaksanakannya. Ditambah dengan senang mendapatkannya dan sedih bila tidak dapat melaksanakannya.
Apabila hati bisa istiqomah maka anggota tubuh lainnya pun akan mengikutinya. Mari perhatikan hati kita!
Semoga bermanfaat.
Wabillahi taufiq.
Disusun oleh:
Ustadz Kholid Syamhudi حفظه الله
Jum’at, 05 Dzul’qadah 1441 H/ 26 Juni 2020 M
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. حفظه الله
Beliau adalah Mudir Pondok Pesantren Ibnu Abbas As Salafi, Sragen
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Kholid Syamhudi حفظه الله klik disini