
Inilah Rasul Yang Terakhir
Dahulu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menikahi Khadijah Binti Khuwailid radhiallahu ‘anha, seorang budak miliknya (milik khadijah) dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, namanya Zaid Bin Haritsah.
Setelah bergaul beberapa lama, hubungan keduanya menjadi sangat akrab dan saling menyayangi, walau Zaid ketika itu masih berstatus sebagai seorang budak, dan Nabi pun belum diangkat menjadi seorang Rasul. Bahkan hubungan ini kian hari menjadi lebih erat ketika Nabi Muhammad mengangkat Zaid sebagai anak angkat (mutabanna) sampai kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan ayat menjelaskan keadaan dan sikap yang harus diambil Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam permasalahan ini. Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang lelaki di antara kalian, tetapi ia adalah Rasul Allah dan Nabi yang terakhir; dan adalah Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.”
(QS. Al-Ahzab (33): 40)
Salah seorang ulama Tafsir di zamannya, Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata (artinya): “Ayat ini mengandung tiga hukum Fiqh:
Pertama, saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikah dengan Zainab (mantan istri Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu) orang-orang munafik berkata: ‘Dia (Muhammad) menikahi mantan istri anaknya sendiri’, maka ayat ini turun untuk menjawab hal tersebut (Zaid bukan anak kandung Nabi).
Kedua, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi terakhir, tiada nabi sesudahnya yang membawa syariat baru.
Ketiga, syariat beliau menyempurnakan syariat sebelumnya sebagaimana sabdanya: ‘Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia’, atau sabdanya yang lain: ‘Perumpamaanku dengan nabi sebelumku seperti perumpamaan seorang yang membuat bangunan yang amat indah, tinggal sebuah lubang batu bata yang belum dipasang, maka akulah batu bata tersebut dan akulah nabi yang terakhir.”
(lihat Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, I/4484).
Penjelasan Imam Al Qurthubi, sebagai pakar Tafsir ini juga membantah dengan tegas oknum yang mengatakan bahwa benar bahwa nabi Muhammad adalah penutup para nabi alias nabi terakhir, tapi bukan penutup para rasul, jadi masih ada kemungkinan rasul akan muncul lagi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu katanya. Pemikiran menyimpang ini kita akan jelaskan, dengan izin dan taufiq dari Allah Ta’ala.
Setiap Rasul Adalah Pasti Seorang Nabi
Para ahli ilmu mengatakan Nabi adalah seorang yang diberi wahyu oleh Allah Ta’ala dengan suatu syari’at namun tidak bersifat wajib untuk menyampaikannya, tetapi mengamalkannya sendiri, serta tidak membawa syariat baru jika telah ada seorang Rasul yang diutus sebelumnya, maka Nabi bertugas melanjutkan Risalah yang dibawa oleh Rasul tersebut dan menyampaikannya kepada Umat.
Berbeda halnya dengan seorang Rasul, ia diperintahkan untuk menyampaikan Risalah kepada suatu kaum, bisa berupa syariat baru yang berbeda dengan sebelumnya (penyempurnaan), serta berkewajiban mengamalkannya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa setiap Rasul adalah pasti seorang Nabi, dan tidak setiap Nabi adalah seorang Rasul, sehingga pernyataan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam;
وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“…Aku adalah penutup nabi-nabi, [artinya] tidak ada lagi Nabi sesudahku…”
(Hadits shahih. HR. Abu Dawud, no. 4252)
Hadits yang disampaikan oleh sahabat Tsauban radhiallahu ‘anhu di atas mengandung makna yang hakiki bahwa tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan apabila tidak ada Nabi sesudahnya maka itu artinya lebih-lebih lagi tidak ada rasul setelahnya. Sebab kedudukan kerasulan itu lebih istimewa daripada kedudukan kenabian. Karena setiap rasul itu pasti nabi, dan tidak berlaku sebaliknya.
Konsekuensi Sebagai Rasul Terakhir
Tiga konsekuensi utama sebagai pengakuan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang Rasul terakhir :
1. Penyempurna Risalah
Maksudnya adalah bahwa risalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penyempurna ajaran dan syariat agama para Nabi dan Rasul sebelumnya, menjadi satu-satunya risalah yang wajib dianut dan diamalkan sampai akhir zaman. Karena sudah sempurna dan tidak berlebih maupun kurang.
Adapun risalah para nabi sebelumnya, terutama berkenaan syariat-syariat tertentu tidak berlaku lagi, telah terhapus oleh syariat Islam yang mulia, serta tidak perlu diamandemen (dirubah) karena telah datang yang sempurna dan paripurna dari setiap sisi kehidupan manusia.
Allah Ta’ala berfirman :
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
(QS. al-Ma‘idah [5]: 3).
Kalau ada seorang Rasul yang membawa syariat yang sempurna maka berkonsekuensi yang membawa ajaran tersebut kepada umat manusia adalah Rasul yang paling mulia dan utama. Dan dia adalah manusia yang terbaik, penerima wahyu dari langit, termulia yang pernah diciptakan oleh Allah Ta’ala di atas muka bumi ini.
Maka bagaimana mungkin ada orang yang mencoba membandingkan beliau yang ma’shum (terjaga dari dosa dan maksiat) ini dengan manusia biasa yang tidak diberikan wahyu kenabian. Jangankan sesama manusia, di antara para Rasul saja, Nabi Muhammad adalah adalah yang paling mulia. Adakah yang mau berpikir??
Inilah kenyataan dan kebenarannya, lantas apa lagi yang masih tersisa setelah kebenaran kecuali kesesatan yang nyata. Kepada Allah Ta’ala jua lah, kita memohon hidayah dan taufiq kebenaran.
2. Pembenar Para Nabi Terdahulu
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus para Nabi dan Rasul kepada umat-umat terdahulu, dan Allah Ta’ala juga telah menurunkan wahyu kepada mereka, seperti Taurat, Injil dan sebagainya sebagai kitab petunjuk pada saat itu. Sebagai seorang muslim yang sejati, wajib beriman kepada semuanya. Karena Nabi kita yang mulia menjadi bukti dan pembenar akan hal tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإِنْجِيلَ
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.”
(QS. Ali Imran [3] : 3)
Al Qur’an yang mulia diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berfungsi sebagai pembenar, penyaring, dan yang merekomendasi kitab-kitab sebelumnya, apa saja berita yang dibenarkan Al-Qur’an maka berita itu diterima dan apa saja berita yang ditolaknya, maka berita itu tertolak.
Ia menjadi barometer untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang ada di tangan ahlul kitab saat ini.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…”
(QS. Al-Maidah, 5: 48).
3. Rasul Yang Terakhir Diutus Untuk Seluruh Manusia
Sebagai Rasul yang terakhir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia untuk menyeru mereka dari peribadatan kepada sesama makhluk menuju kepada peribadatan kepada Allah Pencipta seluruh makhluq.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidaklah mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. Saba’ : 28).
Maka agama Islam yang mulia berlaku untuk seluruh ras umat manusia, maka bagaimana mungkin menjadi agama yang rasis, intoleran dan berbagai tuduhan dusta lainnya??
Ini merupakan tuduhan tanpa bukti, bahkan Islam berlepas diri dari semua ini. Mana buktinya? Tidakkah seorang yang berakal itu melihat firman Allah Yang Maha Pemberi Rahmat :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
(QS. Al-Anbiya [21] : 107).
Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Rasul terakhir membawa kemanfaatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Risalah dan syariat yang dibawanya menjadi jalan bagi manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Risalah ini disampaikan dengan hikmah dan pelajaran yang indah; diiringi kebaikan dan keadilan, kemudahan dan kelembutan. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. An-Nahl [16] : 125).
Semoga Allah Ta’ala Yang Maha Benar membuka tabir kebenaran kepada kita semuanya dan menganugerahkan taufiq-Nya agar kita mengikuti kebenaran itu. Sesungguhnya Dia Maha Mengabulkan Doa.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)
Ustadz Fadly Gugul حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini