Hukum Sholat Tarawih Dibelakang Imam Yang Kurang Baik Bacaannya

Hukum Sholat Tarawih Dibelakang Imam Yang Kurang Baik Bacaannya
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Hukum Sholat Tarawih Dibelakang Imam Yang Kurang Baik Bacaannya. selamat membaca.
Pertanyaan:
Bismillah. Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Ahsanallahuilaikum Ustadz. ‘Afwan, izin bertanya. Saat pandemi ini ayah saya mengajak tarawih berjamaah karena di rumah. Akan tetapi, bacaan ayah saya belum benar, baik dari sisi panjang-pendek maupun makhorijul huruf.
Apakah sebaiknya saya tetap berjamaah dengan ayah atau lebih baik sendiri? Jazakumullahu khairan wa barakallahufiikum, mohon arahannya Ustadz.
Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmahtullahi wabarokatuh
Shalat berjamaah dalam shalat tarawih lebih baik daripada shalat tarawih sendirian, sebagaimana dalam hadist yang di riwayatkan dari Abu Dzar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” [hadish shahih, HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806)
Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan dengan kenyataan yang ada, diantaranya :
Bila bacaan anda lebih baik, maka mencoba memahamkan ke beliau dengan cara yang baik dan bijak, merelakan posisi imam kepada yang lebih baik bacaannya. Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu alaih wasalam
يَؤُمُّ القومَ أقرؤُهم لكتابِ اللهِ . فإن كانوا في القراءةِ سواءً . فأعلمُهم بالسُّنَّةِ . فإن كانوا في السُّنَّةِ سواءً . فأقدمُهم هجرةً . فإن كانوا في الهجرةِ سواءً ، فأقدمُهم سِلْمًا . ولا يَؤُمنَّ الرجلُ الرجلَ في سلطانِه . ولا يقعدُ في بيتِه على تَكرِمتِه إلا بإذنِه قال الأشجُّ في روايتِه ( مكان سِلمًا ) سِنًّا
“Hendaknya yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling baik bacaan Al Qur’annya. Jika mereka semua sama dalam masalah bacaan Qur’an, maka hendaknya yang paling paham terhadap Sunnah Nabi. Jika kepahaman mereka tentang Sunnah Nabi sama, maka yang paling pertama hijrah (mengenal sunnah). Jika mereka semua sama dalam hijrah, maka yang paling dahulu masuk Islam. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya”.
Dalam riwayat Al Asyaj (bin Qais) disebutkan: “yang paling tua usianya” untuk menggantikan: “yang paling dahulu masuk Islam” (HR. Muslim no. 673).
Patokan utama adalah yang paling bagus islam dan bacaannya, bila semua sama maka yang paling tua atau dahulu masuk islam yang berhak menjadi imam.
Begitupula dalam imam bukan rowatib atau imam tetap atau pemilik rumah, mereka yang berhak menjadi imam kecuali orang yang tidak lebih berhak diizinkan oleh orang yang berhak.
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
مَعْنَاهُ : مَا ذَكَرَهُ أَصْحَابنَا وَغَيْرهمْ : أَنَّ صَاحِب الْبَيْت وَالْمَجْلِس وَإِمَام الْمَسْجِد أَحَقّ مِنْ غَيْره ، وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ الْغَيْر أَفْقَه وَأَقْرَأ وَأَوْرَع وَأَفْضَل مِنْهُ وَصَاحِب الْمَكَان أَحَقّ فَإِنْ شَاءَ تَقَدَّمَ ، وَإِنْ شَاءَ قَدَّمَ مَنْ يُرِيدهُ
“Maknanya, sebagaimana disebutkan para ulama madzhab kami, bahwa pemilik rumah, atau pemilik majelis, atau imam (tetap) masjid, lebih berhak untuk menjadi imam daripada yang lain. Walaupun ada orang lain yang lebih alim (berilmu agama), lebih pandai membaca Al Qur’an dan lebih utama darinya. Dan pemilik tempat lebih berhak untuk menjadi imam. Ia bisa memilih apakah ia yang maju atau mempersilahkan orang lain untuk maju” (Syarah Shahih Muslim, 5/147).
Sehingga, selama bacaan dari orang tua kurang bagus atau banyak kesalahan maka mencoba mendekati dan meminta izin untuk menjadi imam, tanpa harus merendahkan beliau.
Bila ternyata tidak berkenan, dan tetap berkenan menjadi imam maka bersabarlah untuk berada dibelakang beliau. Shalat berjamaah tetap lebih baik dari pada sendiri. Nantinya ada bisa melakukan shalat malam sendiri dengan shalat qiyam lail ( bagi yang membolehkan shalat lebih dari 11/13 rakaat ), bila tidak bisa dengan shalat nafilah yang lain, misal shalat setelah wudhu pada malam hari dan yang lainnya.
Tetap berada dibelakang beliau dengan catatan bila bacaan alfatihah beliau dan gerakan gerakan shalat yang termasuk rukun dan wajib lainnya telah benar dan tidak ada kesalahat yang fatal.
Bila ternyata bacaan al-fatihah beliau banyak kesalahan yang fatal, yang bisa merusak rukun shalatnya, maka hendaknya tidak sholat di belakangnya.
Baiknya dengan mencari jamaah yang lainnya, atau dengan anda shalat berjamaah dan anda menjadi imam atau mencari shalat jamaah yang di imami oleh selain beliau atau dengan shalat sendiri lebih baik, karena dapat berpengaruh dengan keabsahan shalat seseorang.
Wallahu a`lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Selasa, 6 Ramadhan 1444H / 28 Maret 2023 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di