Hukum Seorang Wanita Bersafar Untuk Menuntut Ilmu

Hukum Seorang Wanita Bersafar Untuk Menuntut Ilmu
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Hukum Seorang Wanita Bersafar Untuk Menuntut Ilmu, selamat membaca.
Pertanyaan:
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, terima kasih untuk jawaban atas beberapa pertanyaan yang sebelumnya saya kirim. Alhamdulillah jawaban ustadz menenangkan hati saya. Semoga Allah limpahkan kebaikan kepada ustadz sekeluarga dan tim Ma’had Bias. Maaf saya izin bertanya kembali. Jadi saya berasal dari Jawa Tengah dan saat ini merantau bekerja di Jawa Timur. Saya merantau untuk menabung biaya kuliah sebab perekonomian keluarga cukup terbatas untuk membiayai kuliah saya.
Insyaallah tahun depan saya akan mengambil kuliah Pendidikan Bahasa Arab dengan tujuan agar bisa mendalami Al-Quran dan ilmu agama lainnya. Pertanyaannya, apa hukum seorang wanita lajang merantau sendirian antar provinsi untuk biaya pendidikan seperti saya? Sebelumnya terima kasih untuk jawaban yang akan disampaikan.
جزاك اللهُ خيراً
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
Di dalam Islam ada sebuah kaidah yang berbunyi saddun lidzari’ah yaitu menutup dari kemungkinan-kemungkinan yang buruk maka Islam menginginkan kepada para hamba-hambanya agar mereka terjauh dari keburukan dan kemudorodotan yang mungkin akan menimpa mereka.
Dan Islam adalah agama yang menjunjung tinggi seorang wanita dengan menjaga dan memperhatikan mereka contohnya adalah di dalam safarnya seorang wanita sangat diperhatikan di dalam Islam dengan mewajibkan mereka ditemani dengan muhrimnya, hal itu agar terjaga dari sesuatu yang tidak diinginkan, hal ini juga sebagai bentuk pengaplikasian kaidah yang di atas yaitu saddun lidz dzari’ah.
Diantara dalil-dalil bahwa wanita harus bersama mahrom adalah :
Dalil pertama : hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda,
لا تسافر امرأة ثلاثاً إلا ومعها محرم
“Hendaklah wanita tidak bersafar selama tiga hari kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari, no. 1087 dan Muslim, no. 1238)
Dalil kedua : hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,
لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر يوماً وليلة ليس معها ذو محرم
“Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bersafar sehari semalam tanpa disertai mahramnya.” (HR. Bukhari, no. 1088 dan Muslim, no. 1339)
Dalil ketiga : hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تسافر المرأة يومين إلا ومعها زوجها أو ذو محرم
“Hendaklah wanita tidak bersafar selama dua hari kecuali bersama suami atau mahramnya.” (HR. Bukhari, no. 1197).
Memang sudah terjadi khilaf diantara para ulama terkait penentuan kapan di katakan perjalanan tersebut safar atau tidak, lihat pendapat jumhur ulama mereka memberikan batasan jarak yaitu telah mencapai 48 mil atau 85 km. Hal ini pendapat imam Syafi’i, Hambali dan Maliki. Dalil yang menjadi pijakan mereka adalah hadits,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَابْنُ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهم – يَقْصُرَانِ وَيُفْطِرَانِ فِى أَرْبَعَةِ بُرُدٍ وَهْىَ سِتَّةَ عَشَرَ فَرْسَخًا
“Dahulu Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum mengqashar shalat dan tidak berpuasa ketika bersafar menempuh jarak 4 burud (yaitu: 16 farsakh).” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-. Diwasholkan oleh Al Baihaqi 3: 137. Lihat Al Irwa’ 565)
Dan apabila ia telah safar sampai di tempat tujuan maka ia tidak di syaratkan untuk di dampingi seorang muhrim seperti ia belajar di suatu tempat baik itu untuk sekolah, pesantren ataupun kuliah selama banyak wanita wanita yang lain dan juga terhindar dari kemudhorotan.
Hal ini sebagaimana fatwa syekh Binbaz rohimahullah beliau berkata ;
فإقامة المرأة في بلد بدون محرم لا ضرر فيه ولا حرج فيه، ولاسيما إذا كان ذلك لا خطر فيه طالما أن العمل بين النساء ومصون عن الرجال. وانظري الفتوى رقم: 51037
“Menetapnya seorang wanita di suatu daerah tanpa disertai mahrom hukumnya tidak mengapa, terlebih jika tidak didapati bahaya yang mengancamnya selama berada di tempat tersebut, selain itu, rekan kerjanya pun terdiri dari wanita, dan ia terjaga dari kemungkinan berbaur dengan kaum lelaki” ( Bisa di lihat di fatwa no 51037 )
Wallahu ‘alam bisowab.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Agung Argiansyah, Lc. حافظه الله