FiqihKonsultasi

Hukum Merubah Hak Kepemilikan Umum Ke Pribadi

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Hukum Merubah Hak Kepemilikan Umum Ke Pribadi

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Hukum Merubah Hak Kepemilikan Umum Ke Pribadi, selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

    Bagaimana hukumnya merubah hak milik yayasan menjadi atas nama pembina? misal surat tanah atau hak tanah kepemilikan yang dikumpulkan dari donasi yayasan?

    جزاك اللهُ خيراً

    Jawaban:

    وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
    بِسْـمِ اللّهِ

    Alhamdulillāh
    Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

    Insya Allah akan kami sedikit jelaskan tentang yayasan menurut aturan pemerintah indonesia. Tapi sebelumnya ada beberapa catatan yang perlu diketahui;

    • Asal harta orang lain adalah haram bagi kita sebagaimana Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda;

    فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فَأَعَادَهَا مِرَارًا.

    “Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini”. Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang.” (HR. Bukhari Muslim)

    • Maka Allah melarang untuk mendapatkan harta dengan cara yang bathil sebagaimana firman Nya;

    { وَلَا تَأۡكُلُوۤا۟ أَمۡوَ ٰ⁠لَكُم بَیۡنَكُم بِٱلۡبَـٰطِلِ }

    “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil”

    [Surat Al-Baqarah: 188]

    • Diantara bentuk mengambil harta orang lain dengan bathil adalah mencuri, menipu dalam jual beli, ghosob, akad yang tidak sah seperti riba dan ghoror, juga mengambil harta sedekah atau wakaf.
    • Dan ancaman terhadap makan dari harta haram sangatlah banyak salah satunya adalah hadits Rasulullah;

    كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

    “Setiap daging yang tumbuh dari yang tidak halal, maka neraka yang lebih utama baginya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hibbân)

    Untuk masalah kekayaan Yayasan pada dasarnya harta kekayaan Yayasan terpisah dari pemiliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU 16/2001, yakni:

    ‌Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.

    ‌Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Selain kekayaan tersebut, kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari:

    Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf,hibah,hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Baca Juga:  Bagaimana Status Puasa Orang yang Dibius?

    ‌Kekayaan Yayasan dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. (Hukumonline.com)

    Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 Perubahan Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagai dasar hukum positif mendefinisikan pengertian yayasan adalah badan hukum yang kekayaannya terdiri dari kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

    Merujuk pada ketentuan UU 16/2001 juncto UU 28/2004, pembina, pengurus, dan pengawas yayasan tidak diperbolehkan untuk menerima sumber kekayaan yayasan, baik secara langsung atau tidak langsung.

    Sumber kekayaan yang dimaksud berupa uang, barang, atau kekayaan lain yang diperoleh yayasan. Hal tersebut baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus, dan pengawas (Pasal 5 ayat (1) UU 28/2004)

    Namun, terdapat suatu pengecualian terhadap ketentuan di atas, yaitu terkait pembayaran untuk pengurus dengan kriteria tertentu.

    Jadi, kriteria pengurus berhak menerima gaji, upah, atau honorarium di antaranya (Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU 28/2004):

    Bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas; dan melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.

    Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium, ditetapkan oleh pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan yayasan. (prolegal.id)

    Dari pengertian yayasan dan kewenangan diatas jelaslah bahwa kekayaan milik yayasan. Maka ketika dialihkan kepemilikan kepada perorangan walaupun kepada seorang pembina maka tidaklah sah.

    Dan jika ada akal akalan agar seakan akan menjadi boleh seperti dijadikan transaksi jual beli dengan harga murah atau memang dari awal diatas namakan pribadi maka hendaknya takut kepada Allah, bersikaplah wara, hati hati terhadap sesuatu yang kesannya kurang baik atau syubhat.

    Wallahu Ta’ala A’lam.

    Dijawab dengan ringkas oleh: 
    Ustadz Fauzan Azhiima, Lc. حافظه الله

    Related Articles

    Back to top button