Hukum Menempel Sticker Tulisan Basmalah Pada Kendaraan

Hukum Menempel Sticker Tulisan Basmalah Pada Kendaraan
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Hukum Menempel Sticker Tulisan Basmalah Pada Kendaraan, selamat membaca.
Pertanyaan:
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Allah merahmati ustadz dan semua kaum muslimim dimanapun kita semua berada. Ustadz izin bertanya bagaimanakah hukumnya menempel stiker tulisan bismillah (tulisan latin dan bukan arab) pada kendaraan.
جزاك اللهُ خيراً
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
Hukum dasar sesuatu adalah mubah atau diperbolehkan, ada sebuah kaidah dipegang oleh jumhur ulama, termasuk kalangan Syafi’iyyah
(الأصل في الأشياء الإباحة)
“Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah”.
Maksudnya, jika sesuatu tidak ada penjelasannya yang tegas dalam nash Syariat tentang halal-haramnya, maka ia halal hukumnya.
Mari kita lihat sabda Nabi ﷺ yang menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak ada Nash maka itu hukum asalnya di maafkan atau di perbolehkan.
ما أحل الله فهو حلال، وما حرّم فهو حرام، وما سكت عنه فهو عفو، فاقبلوا من الله عافيته، فإن الله لم يكن لينسى شيئا
Terjemah: “Apa yang Allah halalkan maka ia halal, dan apa yang Allah haramkan maka ia haram, sedangkan apa yang Dia diamkan maka itu dimaafkan, maka terimalah oleh kalian pemaafan dari Allah tersebut, karena Allah tidak pernah melupakan sesuatu.” (HR. Al-Bazzar, Ath-Thabarani, dan Al-Baihaqi, dari Abu Ad-Darda radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad Hasan)
Maka menulis Basmalah di mobil hukumnya adalah mubah selama tidak ada dalil atau qorinah yang melarangnya, karena memang belum kami dapati Nash yang melarang secara khusus.
Akan tetapi perlu kita perhatikan terkait dengan niat atau alasan mengapa dia menempel basmalah tersebut atau kalimat kalimat toyibah (yaitu kalimat yang baik bersumber dari Al Qur’an atau dari hadits ataupun yang lainnya), apakah ia menempel setiker tersebut dalam rangka mengingatkan diri dan orang lain dari mengingat Allah atau ia niatkan untuk sebagai tabaruk penolak bala ?
Karena hal ini masuk kedalam kaidah fiqih yang berbunyi:
الامور بمقاصدها
“Segala sesuatu perbuatan tergantung pada tujuannya”
Maksud dari kaidah ini adalah setiap perkara bergantung pada tujuannya. Dengan kata lain, bahwa setiap mukallaf dan berbagai bentuknya serta hubungannya, baik dalam ucapannya, perbuatan, dan lain sebagainya bergantung pada niatnya. Oleh karena itu, motif dan niat yang terkandung dalam hati sewaktu melakukan satu perbuatan menjadi kriteria yang menentukan nilai dan status hukum amal yang ia lakukan.
Kalau seandainya ia niatkan untuk pengingat dan motivasi maka insya Allah boleh boleh saja asalkan ia memperhatikan adab di dalam menempelnya diantaranya tidak menempel di tempat yang rendah, yang kotor atau najis dan juga tidak membawa kalimat toyibah tersebut kedalam tempat yang kotor pula seperti kamar mandi.
Tapi kalau niatnya adalah untuk tabaruk dan menolak bala ini merupakan perbuatan yang terlarang dalam Islam, bahkan masuk kedalam katagori tamimah atau jimat yang jelas Nabi ﷺ melarang dalam sabdanya:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
“Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah adalah syirik”.
[HR. Abu Dawud (no. 3883)]
Karena seorang hamba di tuntut untuk langsung meminta kepada Allah baik itu kebaikan atau menolak kemudorodotan.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Agung Argiansyah, Lc. حافظه الله