Hukum Lomba Memanah Dengan Hadiah Dari Uang Pendaftaran

Hukum Lomba Memanah Dengan Hadiah Dari Uang Pendaftaran
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum lomba memanah dengan hadiah dari uang pendaftaran.
selamat membaca.
Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Ustadz dan tim Bimbingan Islam beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
‘Afwan ustadz ana izin bertanya.
Bagaimana hukum mengikuti perlombaan memanah yang mana kita harus membayar uang pendaftaran lalu hadiah yang diberikan nantinya dari keseluruhan uang peserta beserta bercampur dengan uang dari sponsor yang diadakan oleh panitia.
Mohon jawabannya ustadz.
(Disampaikan Fulan di media sosial bimbingan islam)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Perlombaan memanah termasuk perlombaan yang disyariatkan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
“Tidak boleh perlombaan (dengan hadiah) kecuali dalam pacuan unta, kuda, dan dalam memanah.”
(Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
Perlombaan di atas diperbolehkan karena membantu jihad. Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, “Tidak ada khilaf terkait bolehnya perlombaan pacuan kuda dan hewan-hewan lainnya yang bisa dipacu, demikian pula memanah dan menggunakan senjata, karena hal itu melatih berperang.”
Termasuk lomba yang membantu jihad adalah lomba memanah, menembak, bela diri, balap kuda, balap unta, balap lari, renang, dsb. Demikian pula lomba imu-ilmu syar’i seperti hafalan Al Qur’an, hafalan hadits, baca kitab, dan semisalnya.
Adapun perlombaan selain di atas, seperti perlombaan burung, maka karena tidak membantu jihad, maka tidak diperbolehkan, apalagi ada taruhan sehingga sebagai judi.
Para ulama juga sepakat bolehnya lomba tanpa ada hadiah, tetapi Imam Malik dan Syafi’i membatasi hanya pada perlombaan kuda, unta, dan memanah. Sedangkan Atha membolehkan dalam segala hal (tanpa hadiah).
Para ulama juga sepakat bolehnya dengan hadiah dengan syarat hadiah itu bukan dari para peserta lomba. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi 5/287)
Dengan demikian hadiahnya tidak boleh dari kumpulan uang peserta lomba, kemudian diberikan kepada pemenang di antara mereka. Karena jika demikian sama saja taruhan yang merupakan perjudian.
Yang diperbolehkan adalah jika hadiahnya dari imam (pemimpin), sponsor, atau dari suatu perusahaan, atau hadiah untuk pemenang di luar peserta yang mengeluarkan harta (ada peserta yang tidak perlu mengeluarkan uang, dimana jika peserta ini kalah, maka dia tidak membayarkan uang, disebut juga ‘muhallal’), dan semisalnya. Inilah madzhab Jumhur ulama.
Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Berlomba dengan taruhan diperbolehkan dalam gambaran berikut:
- Diperbolehkan menerima hadiah dalam perlombaan jika hadiah itu dari pemimpin atau lainnya. Misalnya ia berkata kepada para peserta lomba, “Siapa saja yang menang, maka ia akan memperoleh sekian harta.”
- Salah satu peserta lomba menyiapkan harta dan berkata kepada peserta lomba yang lain, “Jika engkau menang, maka harta ini untukmu, tetapi jika aku menang, maka aku tidak memberikan harta itu kepadamu dan kamu tidak dibebankan memberikan harta kepadaku.”
- Jika harta dari dua peserta lomba atau lebih, namun di tengah-tengah mereka ada ‘muhallal’ yang berhak menerima harta itu jika menang, dan tidak dituntut membayar jika kalah.
(Fiqhus Sunnah3/506)
Intinya, jika hadiah dari peserta lomba hendaknya tidak mengikuti perlombaan itu. Wallahu a’lam.
Referensi: fatwa Islamweb : حكم جوائز المسابقات
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I حفظه الله
Kamis, 26 Rabiul Awwal 1442 H/ 12 November 2020 M
Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I حفظه الله
Beliau adalah Alumni STAI Siliwangi Bandung & Pascasarjana di Universitas Islam Jakarta jurusan PAI.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Marwan Hadidi, M.PD.I حفظه الله klik disini