KeluargaKonsultasi

Hukum Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Hukum Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah

Pertanyaan :

بسم اللّه الرحمن الر حيم

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Saya ada seorang teman,  katakanlah namanya X.  Sudah beristri dan beranak.  Beberapa waktu lalu, beliau terlibat hubungan perselingkuhan dengan seorang perempuan yang sudah bersuami. Jalan beberapa waktu,  perempuan itu hamil, dan mengatakan bahwa itu adalah bibit dari si X tadi.  Teman saya ragu apakah itu anaknya atau bukan, karena perempuan tersebut bersuami, dan utk beberapa waktu si X ini selalu mengirimi nafkah untuk perempuan yang istri orang tersebut beserta anaknya.

Berjalannya waktu, teman saya si X ini ingin bertaubat,  dia konsultasi dengan saya apa yang harus dia lakukan. Saya sudah sarankan untuk taubat dan putuskan hubungan/akses ke perempuan tersebut , karena dia bersuami, jadi bagaimanapun status anak tersebut, itu belum pasti bibit dari si X ini. Namun si perempuan tetap ngotot minta teman saya ini kasih nafkah materi kepada teman saya, katanya itu tanggung jawab dia.  Jadi teman saya ini merasa apakah salah nanti kalau dia sudah memutuskan akses kesana, namun ada anak yang tidak jelas nasabnya ini diterlantarkannya tanpa nafkah?  Perempuan itu saat ini terus merongrong teman saya ini via phone.  Mereka berada di kota yang berbeda.  Saat ini teman saya sedang mengatur untuk tes DNA anak tersebut guna memastikan nasabnya,  agar nanti dia tenang menjalani kedepanya apakah anak itu akan dinafkahinya atau tidak.

Bagaimana solusinya ustadz?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

(Disampaikan oleh Fulan di Lampung Admin BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Sesungguhnya zina merupakan salah satu dosa paling besar di sisi Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina tersebut adalah perbuatan keji dan jalan yang paling buruk”

Dan cukuplah menjadi tanda betapa bahayanya perbuatan zina, Allah ﷻ menyiapkan hukuman mati untuk pelaku zina yang sudah menikah yaitu hukuman rajam.

Akan tetapi, satu hal yang harus kita yakini bahwasanya kita punya Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada hamba-Nya, mengampuni segala dosa apabila seorang hamba benar – benar berusaha bertaubat dan kembali kepada-Nya, bahkan dosa yang lebih besar daripada zina saja, yaitu kekufuran dan kesyirikan  akan Allah ﷻ ampuni apabila seorang hamba benar – benar bertaubat kepada Allah ﷻ , dengan taubat nasuha, menyesali perbuatan dosa yang dia lakukan, dan berusaha meninggalkan dan menjauhi segala hal yang membawanya kepada kemaksiatan nya dahulu.

Berdasarkan hal diatas para ulama mengatakan bahwasanya cukup bagi pelaku zina untuk bertaubat kepada Allah ﷻ dengan taubat nasuha, dan tidak wajib bagi dirinya untuk melaporkan dirinya kepada pemimpin kaum muslimin agar ditegakkan hukum had.

Maka wajib bagi teman anda untuk bertaubat kepada Allah ﷻ , memperbanyak istighfar dan amalan sunnah, dan memutus hubungan dengan perempuan tersebut, dan mendoakannya agar Allah ﷻ juga memberikan hidayah, sehingga dia bertaubat.

Adapun masalah anak yang dikandung oleh wanita yang pernah dizinahinya, para ulama sepakat untuk tetap menasabkan anak tersebut kepada suaminya yang sah, selama suaminya tidak mengingkari kalau anak perempuan tersebut  bukan anaknya dengan cara li’an.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

“Anak itu milik pemilik kasur (suami) sedangkan lelaki pezina baginya adalah batu (dirajam).”
(HR. Bukhori : 1948)

Imam Ibnu Abdil Barr berkata:

فلما جاء الإسلام أبطل به رسول الله صلى الله عليه وسلم حكمَ الزنى ، لتحريم الله إياه ، وقال : ( لِلْعَاهِرِ الحَجَرُ ) فنفى أن يُلحق في الإسلام ولد الزنى، وأجمعت الأمة على ذلك ، نقلاً عن نبيِّها صلى الله عليه وسلم ، وجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم كلَّ ولد يولد على فراشٍ لرجل : لاحقاً به على كل حال ، إلى أن ينفيه بلعانٍ

Ketika islam datang, Rasulullah membatalkan hukum zina, karena Allah mengharamkannya, kemudian beliau bersabda : “bagi pezina adalah batu (rajam)”, sehingga beliau menafikan penisbatan anak zina kepada pezina. Dan umat bersepakat akan hal tersebut berdasarkan hadits tersebut, dan beliau menjadikan setiap anak yang lahir dari wanita yang bersuami, dinisbatkan kepada suami tersebut dalam keadaan apapun, kecuali suami tersebut tidak mengakuinya dengan cara li’an”.
(at-tamhid : 8/183).

Li’an yaitu: seorang laki – laki bersaksi bahwa istrinya melakukan zina atau anak yang dikandungnya bukan anaknya, sebanyak 4 kali dan kali yang kelima mengatakan bahwasanya dirinya akan dilaknat Allah kalau seandainya berdusta, di depan hakim, setelah tersebut pasangan tersebut dipisahkan oleh hakim untuk selamanya dan tidak boleh menikah kembali.

Maka dari apa yang telah dijelaskan selama suami wanita tersebut tidak mengingkari anak yang dikandungnya dengan cara li’an (tidak cukup tes DNA), maka anak tersebut adalah anak suaminya, dan bukan anak anda, sehingga tidak ada kewajiban anda menafkahinya dan lainnya.

 

Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
Selasa, 22 Syawwal 1440 H / 26 Juni 2019 M



Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله تعالى
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله تعالى 
klik disini

Ustadz Muhammad Ihsan, S.Ag., M.HI.

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2011 – 2015, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2016 – 2021 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dauroh Syaikh Sulaiman & Syaikh Sholih As-Sindy di Malang 2018, Beberapa dars pada dauroh Syaikh Sholih Al-’Ushoimy di Masjid Nabawi, Dauroh Masyayikh Yaman tahun 2019, Belajar dengan Syaikh Labib tahun 2019 – sekarang | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Kegiatan bimbingan islam

Related Articles

Back to top button