Adab & AkhlakKonsultasiRamadhan

Ghibah dan Dusta Tidak Membatalkan Puasa

Pendaftaran Grup WA Madeenah

GHIBAH DAN DUSTA TIDAK MEMBATALKAN PUASA

Pertanyaan

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz, apakah ghibah termasuk membatalkan puasa?

Ana di kantor ditugaskan pelayanan masyarakat, misal mengurus perceraian warga, sehingga harus bertanya rinci tentang alasan cerainya, juga menanggapi laporan-laporan warga.

Ana juga sering diajak ngobrol oleh atasan langsung terkait kasus warga. Ana mau menghentikan pembicaraan tersebut, sungkan.

Ana merasa puasa Ramadhan ana rusak karena ghibah-ghibah tersebut padahal ana niat menjaga lisan tidak ghibah di bulan puasa.

Apa yang harus ana lakukan? Tidak komentar atau langsung menolak jika diajak ngobrol?

Mohon tausiyah Ustadz, syukron wa jazaakumullah khairan.

(Dari Fulanah , SAHABAT BiAS T06 G-49)

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Yang pertama ghibah tidak membatalkan puasa , akan tetapi mengurangi pahala dan kwalitas puasa, sebagaimana pula perkataan dusta.

*Dusta dan ghibah haram hukumnya akan tetapi tidak termasuk ke dalam pembatal puasa*. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh kepada perbuatan dia di dalam meninggalkan makan dan minum.”
(HR. Bukhari no. 1903).

Imam Al-Qasthalani menyatakan ketika menjelaskan makna hadits ini :

وليس المراد الأمر بترك صيامه إذا لم يترك الزور، وإنما معناه التحذير من قول الزور. فهو كقوله عليه الصلاة والسلام: ‘من باع الخمر فليشقص الخنازير’ ولم يأمره بشقصها، ولكنه على التحذير والتعظيم لإثم شارب الخمر. وكذلك حذر الصائم من قول الزور والعمل به، ليتم له أجر صيامه».

“Bukanlah maksud dari hadis ini perintah untuk meninggalkan puasa jika tidak mampu meninggalkan perkataan dusta. Akan tetapi maknanya adalah peringatan keras dari perkataan dusta. Hadis ini mirip dengan hadis ; ‘Barangsiapa menjual khamr/minuman keras hendaknya ia mencincang babi’.

Maksudnya bukan kok Nabi menyuruh mencincang babi. Akan tetapi beliau memperingatkan dan menjelaskan betapa besarnya dosa peminum khamr. Demikian pula beliau memperingatkan orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan dusta, supaya menjadi sempurna pahala puasanya.”
(Irsyadus-Sari Syarah Shahih Bukhari : 2/353-354).

Yang kedua, ghibah adalah perbuatan tercela namun di sana ada jenis ghibah yang diperkecualikan, jika bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan hakikat ghibah :

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ؟ قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para sahabat berkata : ‘Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu’. Nabi bersabda : ‘Engkau menyebutkan hal yang dibenci oleh saudaramu’. Dikatakan : ‘Apa pendapatmu ucapanku pada saudaraku itu benar?’.

Kata Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Jika apa yang engkau katakan benar, maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tidak benar engkau telah memfitnahnya’.”
(HR. Muslim : 2589).

Dan sebagaimana telah dijelaskan bahwa di sana ada beberapa jenis pengecualian sebagaimana yang disebutkan oleh seorang penyair :

القدح ليس بغيبة في ستة … متظلم ومعرفة ومحذر

ومجاهر فسقًا ومستفت ومن … طلب الإعانة في إزالة منكر

“Mencela bukan termasuk ghibah dalam enam perkara : Orang yang terdholimi, yang memperkenalkan, yang memperingatkan. Orang yang terang-terangan berbuat kefasikan, orang yang meminta fatwa. Dan orang yang meminta bantuan untuk memberantas kemungkaran”.
(Syarah Aqidah Thahawiyyah : 1/48).

Sehingga orang yang dizalimi lalu menceritakan kezaliman tersebut untuk mencari keadilan tidak termasuk ghibah. Demikian pula orang yang menyebut aib/cacat seseorang agar orang tahu, karena ia memang dikenal orang dengan cacatnya itu. Seperti dalam ilmu hadits kita mengenal ada rawi bernama Al-A’raj/si pincang ini tidak termasuk ghibah.

Orang yang menyebutkan kesesatan orang lain agar tidak banyak orang yang tertipu dengannya juga tidak termasuk ghibah. Menyebutkan kesalahan orang yang terang-terangan bermaksiat juga bukan ghibah. Meminta fatwa serta meminta bantuan untuk memberantas kemungkaran juga tidak termasuk ghibah sama sekali.

Wallohu A’lam
Wabillahit taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad al Bayati حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)

Tanya Jawab
Grup WA Bimbingan Islam T06
Rabu, 07 Ramadhan 1439H / 23 Mei 2018M

 



Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA فظه الله
Beliau adalah Alumni Mediu, Dewan konsultasi Bimbingan Islam, dan da’i di kota Klaten.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA فظه الله  
klik disini

Ustadz Abul Aswad Al Bayati, BA.

Beliau adalah Alumni S1 MEDIU Aqidah 2008 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dauroh Malang tahunan dari 2013 – sekarang, Dauroh Solo tahunan dari 2014 – sekarang | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Koordinator Relawan Brigas, Pengisi Kajian Islam Bahasa Berbahasa Jawa di Al Iman TV
Back to top button