Muamalah

Disalurkan Kemana Uang Suap Yang Terlanjur Diterima?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Disalurkan Kemana Uang Suap Yang Terlanjur Diterima?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Disalurkan Kemana Uang Suap Yang Terlanjur Diterima? selamat membaca.

Pertanyaan:

Bismillah, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ustadz, adik saya seorang ASN. Setiap beberapa minggu sekali dia suka dapat uang tambahan dari atasannya (atasannya dapat dari orang lain), terkadang dia juga dapat hadiah dari mitra kerjanya dalam hal ini petani.

Apakah dana yang diterimanya termasuk harta Risywah ataukah harta halal? Jika Risywah, dan terlanjur menerima dan tidak bisa menolak pemberiannya, kemanakah harta tersebut harus disalurkan? Jazakallahu khairan, barakallahu fiik

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Uang risywah/suap adalah tindakan menawarkan, memberikan, menerima, atau meminta nilai dari suatu barang untuk mempengaruhi tindakan pegawai lembaga atau sejenisnya yang bertanggung jawab atas kebijakan umum atau peraturan hukum. (https://id.wikipedia.org/wiki/Penyuapan)

Sebagian ulama menjelaskan bahwa makna suap adalah:

“ مَا يُعْطَى لإِبْطَال حَقٍّ ، أَوْ لإِحْقَاقِ بَاطِلٍ

“Sesuatu yang diberikan untuk membatalkan kebenaran atau untuk menegakkan atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezhaliman)”.
(al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]

Menyuap hukumnya dosa besar sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberitahukan hukum laknat Allah kepada mereka, sebagaimana hadist berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”. (Hadits Shahih, HR.Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313.]

Kemudian ada hal lain yang berdampingan dalam masalah riswah/suap, karena dianggap bagian dari suap itu sendiri. Yaitu hadiah yang diterima oleh seorang pegawai/hadiyatul ummal yang masih terkait dengan pekerjaan yang diembannya. Hadiah seperti ini haram, dan tidak boleh di terima.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,”

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ

“Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat).” (HR. Ahmad 5/424)

Pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Lutbiyyah untuk mengurus zakat. Orang itu datang sambil mengatakan, “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi ‘naik minbar’-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda,

مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى . فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

“Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, “Ini untukmu dan ini hadiah untukku!” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan lihatlah , apakah ia akan menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.“

ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَىْ إِبْطَيْهِ « أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ » ثَلاَثًا

Baca Juga:  Apakah Zakat Emas & Perak Dibayarkan Setiap Tahun?

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan, ” Ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). (HR. Bukhari no. 7174 dan Muslim no. 1832)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan hal ini dalam fatwanya. Beliau mengatakan,

“Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hadiah semacam ini termasuk pengkhianatan (ghulul). Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikit pun oleh pekerja tadi walaupun dia menganggapnya baik.”

Lalu Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan lagi, “Tidak boleh bagi seorang pegawai di wilayah pemerintahan menerima hadiah berkaitan dengan pekerjaannya. Seandainya kita membolehkan hal ini, maka akan terbukalah pintu riswah (suap/sogok). Uang sogok amatlah berbahaya dan termasuk dosa besar (karena ada hukuman yang disebutkan dalam hadits tadi, pen). Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai jika dia diberi hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia mengembalikan hadiah tersebut. Hadiah semacam ini tidak boleh dia terima. Baik dinamakan hadiah, shodaqoh, dan zakat, tetap tidak boleh diterima.

Lebih-lebih lagi jika dia adalah orang yang mampu, zakat tidak boleh bagi dirinya sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama.”
Majmu’( Fatawa wa Rosa’il Ibni Utsaimin, Asy Syamilah, 18/232)

Dari penjelasan dan fatwa di atas, maka hadiah apapun yang diterima selama hal tersebut berkaitan dengan posisinyai dari pihak yang berkaitan dengan pekerjaannya, tanpa sepengetahuan pimpinannya atau aturan yang membolehkannya maka hukumnya haram dan ia bagian dari ghulul/hadiyatul ummaal, yang nantinya akan menyeretnya pada pintu risywah/suap.

Maka bila uang atau barang tersebut terlanjur diterima oleh pegawai tersebut maka hendaknya dikembalikan kepada pihak yang telah memberikan. Bila tidak memungkinkan maka dapat dilaporkan atau diterimakan kepada atasannya sendiri, untuk diserahkan kewenangan kepada atasannya.

Bila barang tersebut diberikan kembali kepadanya oleh atasannya atau dibagi kepada selainnnya atau dibelikan fasilitas lainnya maka insyaallah bukan bagian dari ghulul/penghiatan/suap yang diharamkan di dalam hadist tersebut, karena posisi barang tersebut adalah hadiah dari pimpinan sendiri bukan tips/hadiah dari pihak tertentu yang ditakutkan akan merugikan perusahaannya karena akan lebih cenderung mendahulukan kepentingan pihak pemberi hadiah dengan tanpa sepengetahuan atau aturan dari atasannya yang telah menggajinya.

Dengan senantiasa berhati-hati dalam setiap muamalah atau rezeki yang kita usahakan, berharap Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kemuliaan setiap urusan serta kehidupan kita..

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Rabu, 28 Ramadhan 1444H / 19 April 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button