AqidahKonsultasiTausiyah

Dakwah Sudah Tersebar, Masih Adakah Ampunan Dengan Sebab Kebodohan/Tidak Tahu?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Dakwah Sudah Tersebar, Masih Adakah Ampunan Dengan Sebab Kebodohan/Tidak Tahu?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang dakwah sudah tersebar, masih adakah ampunan dengan sebab kebodohan/tidak tahu?
selamat membaca.

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam kebaikan dan lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Jika dai dan kajian di YouTube ada dimana-mana, apakah syirik akbar juga diberikan udzur bil jahl ustadz?
Lalu bagaimana dengan kaedah tidak mengkafirkan orang kafir adalah kafir?

(Disampaikan oleh Fulan, penanya dari media sosial bimbingan islam)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki keadilan dan hikmah yang sempurna. Di antara keadilanNya, bahwa siksaan Allah di dunia dan di akhirat tidak ditimpakan kecuali setelah kedatangan hujjah (argumen) Allah, yang berupa diutusnya rasul Allah.

Dalil Al-Qur’an

Alloh Ta’ala berfirman:

وَمَاكُنَّا مُعَذَّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً

“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
(QS. Al-Isro’/17: 15)

Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata:
”Ini pemberitaan tentang keadilan Alloh Ta’ala, dan bahwa Dia tidak akan mengadzab seorangpun kecuali setelah tegaknya hujjah kepada orang itu dengan diutusnya Rosul kepadanya. Seperti firman Alloh:

كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9

Setiap kali sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalam neraka, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka:
“Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?”
Mereka menjawab: “Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, tetapi kami mendustakan (nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatupun,; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”.
(QS. Al-Mulk/67: 8-9)

Alloh juga berfirman:

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ 

“Dan mereka (orang-orang kafir) berteriak di dalam neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh, berlainan dengan yang telah kami kerjakan”.
Dan apakah Kami (Alloh) tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zhalim.”
(QS. Fathir/35: 37).

Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala tidak akan memasukkan seorangpun ke dalam neraka kecuali setelah diutusnya Rasul kepadanya”.
(Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim, QS. Al-Isro’/17: 15)

Demikian  juga firman-Nya:

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. An-Nisa’/4: 165)

Ayat-ayat di atas dan yang semisalnya menunjukkan bahwa Allah tidak akan menyiksa terhadap perbuatan kekafiran ataupun lainnya, sampai tegak hujjah kepada orang yang melakukan perbuatan itu. Tegaknya hujjah itu dengan terpenuhinya syarat-syarat kekafiran dan ketiadaan penghalang-penghalangnya.

Dalil Dari Sunnah

Demikian pula dalil-dalil dari As-Sunnah menunjukkan apa yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an. Di antaranya adalah Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ 

“Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad ditangan-Nya, tidaklah seorangpun dari umat ini -baik Yahudi atau Nashrani- mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penduduk neraka. “
(HR.Muslim, no.152, dari Abu Hurairah)

Imam An-Nawawi rohimahulloh berkata menjelaskan hadits ini:
“Di dalam hadits ini terdapat dalil terhapusnya seluruh agama dengan risalah Nabi kita, Muhammad shalallahu ‘alaihi was sallam. Dan di dalam pemahaman hadits ini bahwa orang yang tidak kesampaian dakwah Islam, maka dia ma’dzur (dima’afkan)”.
(Syarh Nawawi, 2/188)

Syaikh DR. Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili hafizhohulloh berkata:
“Di dalam hadits ini Nabi shalallahu ‘alaihi was sallam  telah memberikan udzur kepada orang-orang Yahudi dan Nashara yang tidak mendengar tentang beliau, sehingga mereka tidak wajib masuk neraka, sebagaimana orang-orang yang mendengar tentang beliau, tetapi tidak beriman kepada beliau maka mereka wajib masuk neraka.”
(Mauqif Ahlis Sunnah Min Ahlil Ahwa’ Wal Bida’, hal: 194, karya: Syaikh DR. Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili)

Oleh karena itu, walaupun di zaman sekarang dai dan kajian di YouTube ada dimana-mana, akan tetapi keadilan dan hikmah Allah Ta’ala tetap. Bahwa Allah tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. Karena agama Islam berlaku semenjak dibawa oleh Nabi Muhammad sampai Hari Kiamat. Dan ilmu Allah meliputi seluruh zaman. Allah Ta’ala Mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, dana pa yang akan terjadi.

Ada Perincian Terhadap Orang yang Tidak Tahu

Tetapi perlu diketahui pula bahwa orang-orang yang tidak tahu itu ada perincian. Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata:

Baca Juga:  Metode Belajar Para Ulama Salaf

“Terdapat perbedaan antara muqallid (orang yang tidak berilmu dan ikut-ikutan) yang mampu untuk mencari ilmu dan mengenal al-haq, lalu dia berpaling dari al-haq, dengan muqallid yang sama sekali tidak mampu melakukannya.
Kedua golongan tersebut ada pada kenyataan.

Maka orang yang mampu tetapi berpaling, dia adalah orang yang meremehkan dan meninggalkan kewajibannya, tidak ada ampun baginya di sisi Allah.
Adapun orang yang tidak mampu bertanya dan mencari ilmu sama sekali, mereka ada dua kelompok.

Pertama: orang yang menghendaki petunjuk, mementingkannya dan mencintainya, tetapi dia tidak mendapatkannya, dan tidak dapat mencarinya karena tidak ada yang membimbingnya. Maka hukum orang ini sama seperti orang-orang yang hidup di zaman fatrah, dan orang-orang yang tidak kesampaian dakwah.

Kedua: orang yang berpaling, tidak ada kemauan terhadap al-haq, dan tidak membicarakan dengan dirinya selain apa yang ada padanya sendiri.

Maka orang yang pertama akan berkata: “Wahai Rabb-ku, seandainya aku mengetahui Engkau memiliki agama yang lebih baik dari agama yang aku peluk, niscaya aku akan beragama dengan agama-Mu itu dan aku tinggalkan agama yang aku peluk. Tetapi aku tidak mengetahui kecuali agama yang aku peluk, dan aku tidak mampu (mendapatkan) agama yang lain. Itulah batas usahaku dan puncak pengetahuanku”.

Sedangkan orang kedua, dia ridha terhadap apa yang ada padanya, tidak mengutamakan yang lain daripada yang ada padanya, dan jiwanya tidak mencari yang lainnya. Maka tidak ada perbedaan padanya antara keadaan ketidakmampuannya dengan keadaan mampunya.

Kedua kelompok di atas sama-sama tidak mampu. Tetapi yang kedua ini tidak harus diikutkan (hukumnya) dengan yang pertama, karena terdapat perbedaan di antara keduanya.

Yang pertama seperti orang yang mencari agama (yang haq) di zaman fatrah, tetapi dia tidak mendapatkannya, sehingga dia menyimpang darinya (agama yang haq) dalam keadaan lemah dan tidak berilmu setelah mengerahkan segenap usaha di dalam mencarinya.

Sedangkan yang kedua, seperti orang yang tidak mencarinya (agama yang haq), bahkan dia mati di atas kemusyrikan, walaupun seandainya dia mencarinya, niscaya tidak mendapatkannya. Maka berbeda antara kelemahan orang yang sudah mencari dengan orang yang berpaling.

Hendaklah anda perhatikan masalah ini, karena Allah akan menghukumi di antara hamba-hambaNya pada hari kiamat dengan hukumNya dan keadilanNya. Dan Dia tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah terhadap orang itu dengan diutusnya para rasul!

Tegaknya hujjah dengan diutusnya para rasul ini sudah terjadi terhadap seluruh manusia secara umum. Tetapi tentang keadaan diri Si Zaid atau Si Amr telah tegak hujjah atau belum, maka hal itu satu perkara antara Allah dengan hambaNya, yang tidak mungkin diketahui secara pasti.

Tetapi yang wajib atas hamba adalah dia berkeyakinan bahwa siapa saja beragama selain agama Islam, maka dia kafir, dan bahwa Allah tidak akan menyiksa seorangpun kecuali setelah tegaknya hujjah kepadanya dengan diutusnya para rasul. Ini secara umum.

Adapun orang-orang tertentu, diserahkan kepada ilmu Allah dan hukumNya, ini di dalam hukum pahala dan siksa. Adapun hukum dunia, maka berlaku sesuai dengan perkara lahiriyah”.
(Thariqul Hijratain, hal: 412-413, karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah)

Kaedah “Tidak Mengkafirkan Orang Kafir Adalah Kafir”

Adapun kaedah “tidak mengkafirkan orang kafir adalah kafir”, seperti pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahulloh ketika menyebutkan 10 perkara yang membatalkan Islam, “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat mereka”, maka maksudnya adalah orang-orang kafir yang telah pasti kekafirannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Syaikh Abu Usamah Hasan bin Ali Al-‘Awaji –hafizhohulloh- ,  salah seorang dosen aqidah di Jami’ah Islamiyah Madinah,  berkata:
“Masalah menghukumi kafir terhadap orang kafir dibangun di atas prinsip yang besar, yaitu bahwa Allah Ta’ala mengikatkan persaudaraan, pembelaan, dan kecintaan, antara kaum mukminin semuanya, dan Dia melarang memberikan muwalah (kecintaan dan pembelaan) terhadap orang-orang kafir semuanya, yaitu yang telah pasti kekafiran mereka di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah”.
(Syarh Nawaqidhut Tauhid Laa ilaah illa Allah, hal: 51)

Seperti orang-orang Yahudi, Nashoro, dan musyrikin, yang telah dikafirkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an, maka kita wajib meyakini kekafiran mereka. Barangsiapa tidak mengkafirkan mereka, berarti mendustakan atau meragukan berita Allah Ta’ala. Dan itu meruapakan kekafiran.

Wallohu a’lam bishowwab.

Dijawab oleh:
Ustadz Muslim Al-Atsary حفظه الله
Selasa, 24 Jumadal Akhirah 1441 H/ 18 Februari 2020 M



Ustadz Muslim Al-Atsary حفظه الله
Beliau adalah Pengajar di Pondok Pesantren Ibnu Abbas As Salafi, Sragen
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Muslim Al-Atsary حفظه الله 
klik disini

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Muslim Al-Atsary

Beliau adalah Pengajar di Pondok Pesantren Ibnu Abbas As Salafi, Sragen

Related Articles

Back to top button