Artikel

Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu (Bagian 4)

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu (Bagian 4)

Baca artikel sebelumnya: Kiat Sukses Memahami Ilmu (Bagian 3)

Kiat Ketigabelas: Bersemangat untuk Menghafal dan Mudzakarah serta Rajin Bertanya

Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu

Mempelajari ilmu dari seorang guru tidak akan terasa manfaatnya, kecuali dengan hafalan, mudzakarah dan rajin bertanya. Hal tersebut akan menghadirkan pengagungan ilmu di dalam hati seorang pembelajar, dengan selalu menyibukkan diri dengan ilmu. Menghafal adalah kesibukannya saat sendirian, waktu bersama teman dia habiskan untuk mudzakarah, dan waktu bersama guru dia manfaatkan untuk bertanya.

Para ulama dari dahulu senantiasa memotivasi dan menyuruh para penuntut ilmu untuk menghafal. Kami pernah mendengar guru kami, syaikh Ibnu Utsaimin berkata: Kami lebih sering membaca daripada menghafal, akan tetapi manfaat yang kami rasakan dari hafalan jauh lebih banyak. Lalu dengan bermudzakarah, ilmu akan selalu hidup dan melekat di dalam jiwa seseorang. Makna mudzakarah adalah mengulang pelajaran bersama teman.

Kita diperintahkan untuk selalu mengulang hafalan al-Quran, padahal al-Quran adalah ilmu yang paling mudah untuk dihafal. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ibnu Umar bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ

“Perumpaan penghafal alquran, seperti orang yang memilki seekor unta yang terikat, jika selalu diawasi, unta tersebut tidak akan kabur, dan jika dia lepaskan ikatannya unta tersebut akan kabur.”

Ibnu Abdil Barr ketika mengomentari hadits ini dalam kitabnya (At-Tamhid), beliau berkata:

“Kalau seandainya alquran yang sudah Allah mudahkan diumpamakan seperti unta yang terikat, jika selalu diawasi unta tersebut tidak akan kabur, lalu bagaimana halnya dengan ilmu-ilmu lainnya??!.”

Lalu dengan bertanya, terbukalah pembendaharaan ilmu, sebab pertanyaan yang bagus merupakan sebagian ilmu. Dan pertanyaan-pertanyaan yang dibukukan seperti Masa’il yang diriwayatkan dari Imam Ahmad, merupakan bukti nyata besarnya manfaat bertanya.

Tiga sarana dalam menuntut ilmu ini diibaratkan seperti menanam sebuah pohon yang disirami dan diberi pupuk yang akan mengokohkan pohon tersebut dan menghilangkan hama-hama yang akan merusaknya. Menghafal ibarat menanam, mudzakarah ibarat menyirami pohon dan bertanya adalah pupuknya.

Kiat Keempatbelas: Memuliakan serta Menghormati Para Ulama

Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu

Sungguh keutamaan para ulama sangatlah besar dan mereka memilki kedudukan yang mulia, dikarenakan mereka adalah orang tua para ruh. Seorang guru sejatinya adalah ayah bagi ruh sebagaimana ayah biologis adalah ayah bagi jasad, oleh karenanya mengetahui keutamaan guru merupakan hak yang wajib ditunaikan.

Syu’bah bin Hajjaj berkata: “Setiap orang yang mengajariku satu hadits maka aku adalah budaknya.”

Muhammad bin Aly al-Udfuwy juga menarik kesimpulan yang serupa dari ayat alquran, beliau berkata: “Apabila sesorang belajar kepada seorang ‘alim dan mengambil faedah darinya maka dia menjadi budak ‘alim tersebut.”

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ

“Dan ingatlah tatkala musa berkata kepada budaknya.” (Al-Kahfi 60)

Budak yang dimaksud adalah Yusya’ bin Nun. Pada hakikatnya Yusya’ bukanlah budak Musa, melainkan murid sekaligus pengikut beliau, dan Allah pun menyebut Yusya’ sebagai budak disebabkan hal tersebut.

Syari’at telah memerintahkan untuk memperhatikan hak para ulama dengan menghormati, memuliakan dan meninggikan mereka. Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari ‘Ubadah bin Shamit, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

“Bukan termasuk umatku: orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih kecil, dan orang yang tidak mengetahui hak ulama.”

Ibnu Hazm juga menukilkan konsensus akan wajibnya menghormati dan memuliakan para ahli ilmu.

Diantara adab kepada seorang guru yang harus ditunaikan oleh seorang penuntut ilmu – yang masuk ke dalam pembahasan ini adalah bersikap tawadhu’ dihadapan guru, memperhatikan dan tidak menoleh kiri kanan serta menjaga adab ketika berbicara dengannya.

Jika sedang bercerita tentang gurunya, dia pun mengagungkan sang guru tanpa berlebihan tapi sesuai dengan kadarnya, agar jangan sampai nama gurunya rusak di saat dia berniat memujinya.

Begitupula hendaklah dia beterima kasih mendoakan gurunya atas pengajaran yang diberikan, tidak menampakkan bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan gurunya tersebut, tidak menyakiti guru baik berupa perkataan maupun perbuatan, dan hendaklah bersikap sopan ketika mengingatkan guru apabila terdapat kesalahan dari dirinya.

Pada pembahasan ini sangat pas apabila kita menyebutkan secara ringkas kewajiban seorang murid dalam menyikapi kesalahan guru. Ada 6 hal yang harus diperhatikan:

  1. Memastikan bahwa kesalahan tersebut berasal dari sang guru.
  2. Memastikan bahwa hal tersebut memang sebuah kesalahan. Dan ini adalah urusan para ulama yang ahli, sehingga murid harus bertanya terlebih dahulu.
  3. Tidak mengikuti kesalahan tersebut.
  4. Mencarikan alasan yang bisa diterima.
  5. Menasihati guru dengan sopan dan secara rahasia.
  6. Menjaga kehormatannya, jangan sampai kemuliaannya jatuh dari hati kaum muslimin.

Hal yang harus dihindari juga dan masih berhubungan dengan pembahasan memuliakan ulama adalah perbuatan yang secara lahirnya memuliakan padahal hakikatnya adalah penghinaan, seperti berkerumun di dekat seorang ‘alim, menyempitkan jalannya dan membuat beliau susah untuk berjalan.

Kiat Kelimabelas: Menyerahkan Permasalahan Pelik kepada Ahlinya

Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu

Para pengagung ilmu akan menyerahkan permasalahan yang pelik kepada para pakar dan pembesar ilmu untuk dicarikan penyelesaiannya dan tidak membebankan sesuatu yang tidak dia sanggupi kepada dirinya sendiri, disebabkan ketakutannya untuk berbicara tentang Allah tanpa ilmu serta membuat sebuah kebohongan atas nama agama, dia lebih takut kepada kemurkaan Allah daripada hukuman penguasa.

Sungguh para ulama akan berbicara dengan ilmu dan diam berdasarkan pemikiran yang matang. Oleh karenanya berbicaralah sesuai dengan apa yang mereka ucapkan dan jika seandainya mereka memilih untuk diam, maka diamlah sebagaimana mereka diam.

Diantara perkara yang pelik tersebut adalah permasalahan fitnah yang sedang menimpa dan permasalahan kontemporer yang banyak bermunculan sesuai dengan perkembangan zaman.

Orang yang selamat dari panasnya api fitnah adalah orang yang selalu merujuk kepada para ulama dan berpegang dengan perkataan mereka. Dia akan berprasangka baik kepada para ulama saat mendapati pandangannya berbeda dengan perkataan mereka, sehingga dia pun mengambil pendapat ulama dan membuang pendapatnya sendiri, karena para ulama tersebut lebih ahli dan lebih berpengalaman.

Apabila terjadi perselisihan di antara mereka, ikutilah pendapat mayoritas demi memperoleh keselamatan di sisi Allah, sebab tidak ada yang lebih berharga daripada keselamatan agama.

Betapa indahnya ucapan ibnu ‘Ashim dalam kitabnya (Murtaqal Wushul):

Ketika mendapati persoalan pelik seharusnya
Memperbaiki prasangka kepada para ulama

Dan di antara permasalahan yang pelik lainnya adalah meluruskan ketergelinciran seorang ‘alim dan membantah perkataan bathil yang berasal dari ahlul bid’ah, maka yang berbicara dalam permasalahan ini hanyalah para ulama yang kuat keilmuannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syathibi di dalam kitab (al-Muwafaqat) dan ibnu rajab di dalam kitab (Jamiul ‘Ulum wal Hikam).

Oleh karenanya, jalan keselamatan yang harus ditempuh adalah menanyakan permasalahan tersebut kepada para ulama yang telah teruji keilmuannya, dan berpegang kepada perkataaan mereka.

Kiat Keenambelas: Menghormati Majelis Ilmu dan Memuliakan Tempat Penyimpanannya Majelis para Ulama seperti Majelis Para Nabi

Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu

Sahl bin Abdillah berkata: Siapa yang ingin melihat majelis para nabi, hendaklah dia melihat majelis para ulama. Dalam majelis tersebut ada yang bertanya:

“Ya Fulan, bagaimana hukum seseorang yang bersumpah menceraikan istrinya apabila seperti ini dan seperti ini?”

Lalu dia menjawab: “Engkau telah menceraikan istrimu.”

Lalu ada lagi yang bertanya: “Bagaimana hukum seseorang yang bersumpah menceraikan istrinya apabila seperti ini dan seperti ini?”

Dia menjawab: “Talaknya tidak jatuh dengan sumpah tersebut. Orang yang berhak menjawab masalah ini hanyalah seorang nabi atau seorang ‘alim, maka ketahuilah keutamaan mereka.”

Seorang penuntut ilmu harus mengetahui hak-hak majelis ilmu. Hendaklah dia beradab ketika duduk, memperhatikan gurunya tatkala belajar, tidak menoleh kecuali ada kebutuhan, tidak berpaling ketika mendengar suara di luar mejelis, tidak bermain-main dengan tangan atau kakinya, tidak bersandar ketika ada gurunya, tidak bertumpu dengan tangannya, tidak sering berdeham dan bergerak, tidak mengobrol dengan orang disebelahnya, memelankan suara ketika bersin dan menutup mulut ketika menguap jika tidak dapat menahannya.

Begitupula termasuk menghormati majelis ilmu adalah dengan memuliakan tempat disimpannya ilmu tersebut, terutama kitab. Sudah sepantasnya bagi seorang penuntut ilmu menjaga, memuliakan dan merawat kitabnya, jangan sampai dia menjadikan sebuah kitab seperti kotak penyimpanan barang, jangan sampai pula dia menjadikan kitabnya seperti terompet dan hendaknya dia meletakkan kitab tersebut dengan sopan dan penuh perhatian.

Suatu ketika Ishaq bin Rahawaih pernah melempar sebuah kitab yang ada ditangannya, Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal pun melihat kejadian tersebut, lantas beliau berkata: Begitukah perkataan orang-orang terbaik diperlakukan?

Janganlah seorang penuntut ilmu menjadikan kitab sebagai tumpuan tangan dan jangan sampai dia meletakkan sebuah kitab sejajar dengan kakinya, apabila sedang belajar bersama seorang guru, hendaklah dia meninggikan buku tersebut dari lantai dan meletakkannya di kedua tangan.

Bersambung….

Baca artikel selanjutnya: Kiat Sukses Memahami Ilmu (Bagian 5)

Disusun oleh:
USTADZ MUHAMMAD IHSAN, S.Ag., M.HI.  حفظه الله
Rabu, 30 Muharram 1443 H/ 8 September 2021 M


Ustadz Muhammad Ihsan, S.Ag., M.HI. حفظه الله تعالى
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله تعالى 
klik disini

Ustadz Muhammad Ihsan, S.Ag., M.HI.

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2011 – 2015, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2016 – 2021 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dauroh Syaikh Sulaiman & Syaikh Sholih As-Sindy di Malang 2018, Beberapa dars pada dauroh Syaikh Sholih Al-’Ushoimy di Masjid Nabawi, Dauroh Masyayikh Yaman tahun 2019, Belajar dengan Syaikh Labib tahun 2019 – sekarang | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Kegiatan bimbingan islam

Related Articles

Back to top button