
Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu
Daftar Isi
Tidak ada yang meragukan kemuliaan dan keutamaan ilmu dalam kehidupan, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu:
كفى بالعلم شرفا أن يدعيه من لا يحسنه، ويفرح إذا نسب إليه
“Cukuplah yang menjadi dalil keutamaan ilmu, ketika seorang jahil mengaku dia berilmu dan bangga ketika nama ilmu dilekatkan dengan dirinya.”
Begitu pula Allah ﷻ tidak pernah memerintahkan rasulNya untuk meminta tambahan harta, yang Allah ﷻ perintahkan adalah meminta tambahan ilmu. Allah ﷻ berfirman:
وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡما
Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku”. [QS. TaHa:114]
Kita pun melihat akhir-akhir ini banyak sekali orang yang semangat hadir dikajian ilmu. Tentu hal ini merupakan hal yang sangat menggembirakan hati, karena pertanda kaum muslimin ingin lebih mengenal agama mereka yang akan menjadi sebab tercapainya kebaikan hidup dunia dan akhirat.
Namun, semangat awal kajian seringnya tidak diiringi dengan keistiqamahan. Sebulan semangat hadir kajian, besoknya sudah tidak pernah lagi kelihatan. Hal tersebut biasanya terjadi karena hati tidak kuat menanggung beratnya ilmu, dan ini biasanya disebabkan hati tersebut belum memahami ilmu. Karena jika seseorang memahami ilmu, biasanya akan tumbuh cinta dalam hatinya.
Oleh karenanya, pada artikel kali ini kita akan membahas tentang kiat-kiat memahami ilmu yang diambil dari kitab Khulashah Ta’zhimil ‘Ilmi karya Syaikh Sholih al-‘Ushoimy.
Kiat Pertama: Menyucikan Wadah Ilmu
Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu
Wadah ilmu adalah hati. Ilmu akan masuk ke dalam hati sesuai dengan kadar kesuciannya, semakin hati itu suci, semakin mudah ia menyerap ilmu.
Oleh karenanya, siapa yang ingin menguasai ilmu, hendaklah dia menghias jiwanya dan menyucikan hatinya dari segala kotoran, karena ilmu adalah sebuah permata yang hanya pantas disimpan di hati yang bersih.
Kesucian hati kembali kepada dua perkara pokok:
Pertama: menyucikan hati dari kotornya syubhat.
Kedua : menyucikan hati dari kotornya syahwat.
Apabila dirimu malu ketika makhluk semisalmu melihat bajumu yang kotor, maka malulah kepada Allah saat melihat hatimu, sedangkan di dalamnya ada kedengkian, keburukan, dan dosa-dosa.
Di dalam shahih Muslim terdapat sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّ اللهَ لا يَنْظُرُ إلى صُوَرِكُمْ وأمْوالِكُمْ، ولَكِنْ يَنْظُرُ إلى قُلُوبِكُمْ وأعْمالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan hartamu, walakin Dia melihat kepada hati dan amalmu”
Siapa yang menyucikan hatinya, maka ilmu akan menetap di sana, dan siapa yang tidak mau membersihkan kotoran hati, ilmu akan pergi meninggalkannya.
Sahl bin Abdillah berkata: “Cahaya Ilmu akan terhalang dari hati yang di dalamnya ada sesuatu yang Allah benci.”
Kiat Kedua: Mengikhlaskan Niat
Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu
Sungguh ikhlas merupakan pondasi diterimanya sebuah amalan dan tangga untuk menyampaikan amalan tersebut.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam keadaan hanif.” (QS. AlBayyinah :5)
Di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat sebuah hadits dari sahabat Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalaam bersabda:
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Semua perbuatan dinilai dari niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan”.
Tidaklah orang-orang shalih dahulu melampaui kita dan mencapai kemuliaan, kecuali disebabkan oleh keikhlasannya kepada Allah.
Abu Bakr Al-Marrudzy berkata, Aku mendengar seseorang berkata kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang kejujuran dan keikhlasan, lalu imam Ahmad pun berkata,
“Inilah sebab tingginya derajat sebuah kaum.”
Seseorang hanya mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya.
Ikhlas dalam menuntut ilmu dibangun di atas 4 perkara pokok yang dengannya terciptalah niat ilmu yang benar dalam diri penuntut ilmu:
- Untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri, dengan cara mengetahui ibadah yang diwajibkan atas dirinya dan memahami maksud dari setiap perintah dan larangan Allah.
- Untuk mengangkat kebodohan dari diri orang lain, dengan cara mengajarkan dan menuntun orang tersebut kepada hal-hal yang memuat kebaikan dunia & akhirat.
- Untuk menghidupkan ilmu dan menjaganya agar tidak disia-siakan.
- Untuk mengamalkan ilmu tersebut.
Para salaf dahulu rahimahumullah sangat khawatir akan luputnya keikhlasan saat menuntut ilmu, sehingga mereka tidak mau merasa diri mereka telah ikhlas, bukan karena tidak adanya keikhlasan dalam hati mereka.
Imam Ahmad pernah ditanya,
“Apakah anda menuntut ilmu ini karena Allah?” Lalu beliau menjawab, “Karena Allah? itu adalah perkara yang berat, hanya saja Allah membuat diriku mencintai ilmu, sehingga aku pun mencarinya.”
Siapa yang meremehkan perkara ikhlas, akan luput dari dirinya ilmu dan kebaikan yang begitu banyak.
Sudah sepantasnya bagi orang yang menginginkan keselamatan, agar selalu memeriksa keikhlasan dalam setiap urusannya, baik urusan kecil maupun besar, ketika sendirian maupun di khalayak ramai. Hal tersebut disebabkan sulitnya memperbaiki niat.
Sufyan Ats-Sauri berkata, “Tidak ada yang lebih sulit aku obati melebihi niat, karena niat tersebut suka berubah-ubah.”
Bahkan Sulaiman Al-Hasyimi berkata, “Terkadang saat aku menyampaikan sebuah hadits, aku telah memiliki niat yang lurus, namun tatkala aku sampai pada sebagian hadits tersebut, niatku berubah. Ternyata satu hadits saja butuh untuk selalu memperbaiki niat.”
Kiat Ketiga: Menguatkan Tekad untuk Mencari Ilmu
Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu
Sebuah tekad untuk mencari sesuatu akan timbul ketika kita memperhatikan tiga hal:
- Bersemangat untuk memperoleh hal yang bermanfaat. Kapan saja seorang hamba diberikan taufik untuk mengetahui hal yang bermanfaat, dia pasti akan bersemangat menggapainya.
- Meminta pertolongan kepada Allah saat mencarinya.
- Tidak mudah menyerah dalam menggapai tujuan tersebut.
Tiga hal ini telah dikumpulkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Bersemangatlah meraih hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan mudah menyerah.”
Junaid berkata, “Tidak ada seorangpun yang mencari sesuatu dengan kesungguhan dan penuh keseriusan kecuali dia akan mendapatkannya. Jikalau tidak semuanya, minimal dia akan mendapatkan sebagiannya.”
Ibnul Qayyim berkata dalam kitabnya Al-Fawaid, “Jika tekad sudah muncul pada diri yang malas seperti bintang yang muncul di malam hari, dibarengi oleh semangat yang kuat ibarat bulan yang berdampingan dengan bintang, maka hati akan disinari oleh cahaya Rabbnya, ibarat cahaya bulan dan bintang yang menerangi gelapnya bumi.”
Di antara faktor-faktor yang akan menguatkan tekad seseorang adalah mempelajari kisah para ulama terdahulu dan melihat bagaimana kuatnya tekad mereka.
Dahulu Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal saat beliau masih kecil, pernah ingin berangkat menuju majelis ilmu sebelum masuk waktu subuh, sang ibu pun langsung memegangi baju anaknya karena rasa sayang kepada anaknya, sembari berkata: tunggulah sampai adzan dikumandangkan atau waktu shubuh telah masuk.
Begitu pula dengan kisah Al-Khatib Al-Baghdady, beliau pernah membacakan seluruh hadits Shahih Bukhari kepada guru beliau, Isma’il Al-Hiry, dalam tiga majelis. Dua majelis pertama selama dua malam, dimulai dari selesai shalat maghrib sampai masuk waktu shubuh, dan pada hari ke tiga mulai dari waktu dhuha sampai waktu maghrib kemudian dilanjutkan dari maghrib sampai masuk waktu shubuh.
Dan juga kisah Abu Muhammad ibnu Tayyan, di awal – awal masa menuntut ilmu beliau belajar semalam suntuk, sehingga ibunya pun melarang beliau belajar di malam hari, karena rasa sayang kepada anaknya. Keesokan malamnya ibnu Tayyan mengambil sebuah lampu dan beliau sembunyikan di dalam sebuah bejana, kemudian beliau pun berpura – pura tidur, ketika ibunya sudah terlelap, beliau pun mengeluarkan lampu yang beliau sembunyikan tadi, dan mulai belajar.
Jadilah orang yang kakinya berpijak kuat di muka bumi akan tetapi semangatnya menggantung tinggi di atas bintang. Jangan sampai menjadi orang yang muda badannya, namun tua semangatnya. Sejatinya semangat orang yang bersungguh – sungguh tidak akan pernah menua.
Abul Wafa’ ibnu ‘Aqil – salah satu ahli fiqh hanbali yang paling cerdas di zamannya – pernah bersyair di saat beliau berumur 80 tahun:
Tidak akan menua tekad, ketekunan dan akhlaqku
Begitu pula kesetiaan, agama, dan kemuliaan ku
Yang berubah hanyalah rambutku tak sama lagi warnanya
Uban dikepala bukan berarti tekadpun menua
Baca artikel selanjutnya: Cara Belajar Islam: Kiat Sukses Memahami Ilmu (Bagian 2)
Disusun oleh:
USTADZ MUHAMMAD IHSAN, S.Ag., M.HI. حفظه الله
Rabu, 30 Muharram 1443 H/ 8 September 2021 M
Ustadz Muhammad Ihsan, S.Ag., M.HI. حفظه الله تعالى
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله تعالى klik disini