Bolehkah Walimah Khitan?

Pertanyaan
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Afwan ustadz, terkait dengan dalil walimah khitan yang diperselisihkan para ulama, pendapat mana yang lebih rajih ustadz?
Jazaakalllohu khoiron
(Sahabat BiAS T06)
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Pendapat yang rajih wallahu ta’ala a’lam adalah pendapat yang menyatakan bolehnya walimatul khitan. Diantara dalil dan alasannya adalah :
1. Walimatul Khitan ini adalah bagian dari adat kebiasaan dan bukan merupakan ritual agama, sedang hukum asal dari kebiasaan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Kaidah menyatakan :
الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
“Hukum asal dari sesuatu adalah diperbolehkan sampai ada dalil yang menyatakan keharamannya.”
(Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tabiqatuha Fil Madzhabil Arba’ah : 1/190).
Ada riwayat memang yang dijadikan alasan sebagian kalangan untuk tidak mendatangi walimatul khitan berikut redaksinya :
عن الحسن قال: دعي عثمان بن أبي العاص إلى ختان، فأبى أن يجيب، فقيل له، فقال: إنا كنا لا نأتي الختان على عهد رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ولا ندعى له
“Dari Al-Hasan Al-Bashri berkata ; Utsman bin Abil ‘Ash diundang ke acara khitan namun beliau enggan mendatanginya lalu ditanyakan kepada beliau dan beliau menjawab ; ‘Sesungguhnya kami tidak pernah mendatangi khitan di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kamipun tidak pernah mengundang untuk acara tersebut.”
(HR Ahmad : 4/217).
Hanya saja riwayat ini dihukumi dha’if/lemah oleh para ulama karena keberadaan seorang rawi bernama Muhammad bin Ishaq yang mana ia ini seorang Mudallis. Alasan kedua periwayatan Hasan Al-Basri dari Utsman bin Abil ‘Ash ini diperselisihkan oleh para ulama.
2. Dalil diperbolehkannya walimatul khitan adalah keumuman dalil tentang bolehnya memberi jamuan makan ketika kita mendapatkan nikmat dari Allah ta’ala. Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Daaimah :
الفرح بالختان والسرور به مطلوب شرعا؛ لأن الختان من الأمور المشروعة وقد قال الله سبحانه : ( قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ ) والختان من فضل الله سبحانه ورحمته ، ولا حرج في صنع الطعام بهذه المناسبة شكرا لله على ذلك
“Bergembira dan berbahagia karena khitan adalah sesuatu yang disyariatkan, karena khitan termasuk sesuatu yang disyariatkan dan Allah ta’ala berfirman :
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah : ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’.”
(QS Yunus : 58).
Dan khitan merupakan bagian dari keutamaan serta kasih sayang Allah. Tidak mengapa membuat makanan pada moment seperti ini dalam rangka bersyukur kepada Allah ta’ala.”
(Fatawa Lajnah Daaimah : 5/142).
3. Dalil tentang diperbolehkannya walimatul khitan adalah anjuran mendatangi undangan walimah secara umum, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عن عبدالله بن عمر – رضي الله تعالى عنهما – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: إذا دعي أحدكم إلى الوليمة، فليأتها
“Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Jika kalian diundang untuk menghadiri walimah maka hendaknya ia menghadirinya.”
(HR Bukhari : 5173, Muslim : 1429).
Pendapat diperbolehkannya walimatul khitan ini dipilih oleh banyak sekali ulama diantaranya Imam Al-Baghawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Imam Nawawi, imam Asy-Syaukani dll. Kami nukilkan satu diantara sekian perkataan ulama tersebut:
ويستحب للمرء إذا أحدث الله له نعمة أن يحدث له شكراً ، ومثله العقيقة ، والدعوة على الختان ، وعند القدوم من الغيبة ، كلها سنن مستحبة شكراً لله تعالى على ما أحدث له من النعمة
“Disukai bagi seseorang yang mendapatkan nikmat dari Allah ta’ala untuk ia mengabarkan kenikmatan tersebut dalam rangka bersyukur kepada Allah ta’ala. Contohnya Aqiqah dan undangan untuk menghadiri walimah khitan, atau karena habis datang dari bepergian, semuanya merupakan sunnah yang disukai dalam rangka bersyukur kepada Allah atas karunia dan nikmat yang Allah ta’ala berikan.”
(Syarhus Sunnah oleh Imam Al-Baghawi : 9/137).
Dari kalangan ulama kontemporer, yang membolehkan antara lain Imam Abdul Aziz bin Baz, Imam Ibnu Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dll.
Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam masalah ini hendaknya walimah ini dilakukan dengan sederhana dan tidak disertai dengan acara-acara yang menyelisihi syariat islam seperti keberadaan musik, ikhtilath, pembacaan dzikir-dzikir yang tidak ada dalilnya, ataupun sikap glamour serta bermewah-mewah yang dilarang dalam Islam. Syaikh ‘Ubaid bin Jabir Al-Jabiri berkata :
بلغني أن الشيخ عبد العزيز رحمه الله أنه يجيزها , فالظاهر أنه يقصد الوليمة الخفيفة التي ليس فيها إسراف وإنما إظهار الفرح والسرور
والاولى فيما أرى تركها
“Aku mendengar bahwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz membolehkan walimatul khitan, yang tampak dari pendapat beliau bahwa beliau memaksudkan walimah yang sederhana yang tidak bermewah-mewah. AKan tetapi walimah yang dilaksanakan sekedar untuk menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan. Dan yang lebih utama menurutku adalah meninggalkannya.”
(Rekaman fatwa dalam kaset berjudul : Ajwibah Syaikh ‘Ubaid ‘Ala As’ilatil Maghribiyyah).
Wallahu ta’ala a’lam
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله
Senin, 04 Rabi’ul Akhir 1438 H / 02 Januari 2017 M