Bolehkah Orang Mampu Memanfaatkan Layanan yang Diberikan Untuk Orang Kurang Mampu?

Bolehkah Orang Mampu Memanfaatkan Layanan yang Diberikan Untuk Orang Kurang Mampu?
Selamat membaca
Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Afwan Ustadz, ingin bertanya .
Pemerintah kita memberikan subsidi untuk masyarakat yang tidak mampu. Seperti gas elpiji, kemudahan mendapatkan sekolah gratis, dan lain-lainnya.
Pertanyaan saya, Bagaimana hukumnya kalau kita yang mampu, juga memanfaatkannya ?
Mohon pencerahannya. Syukron jazaakallohu khoyron Ustadz
(Disampaikan oleh Fullanah, Sahabat BIAS)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasulillah wa’ala aalihi wa ash-haabihi waman tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumil qiyaamah, Amma ba’du.
Semoga kita semua dimudahkan untuk bersikap jujur, baik dalam rutinintas harian ataupun pemenuhan kebutuhan.
Ini merupakan kebohongan, kondisi ketika seseorang dalam keadaan mampu tapi memposisikan seakan akan tidak mampu.
Juga merupakan bentuk pengkhianatan, yakni kondisi ketika ia tau bahwa pemerintah tidak mengamanahkan & memberikan hak padanya, namun ia justru melanggar & mengacuhkannya.
Mari lihat bagaimana Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasallam menegur pedagang yang tidak transparan dalam menjajakan dagangannya, disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ
مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya hingga menyentuh sesuatu yang basah.
Maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?”
Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rosululloh”
Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami”
(HR Muslim 102)
Maka kalau tidak transparan dalam menjual merupakan kecurangan, hal yang dilarang, apalagi memanipulasi data dari orang mampu menjadi orang miskin. Apalagi mengambil hak atau jatah orang miskin padahal ia mampu.
Ganjarannya tidak main-main : bukan dari golongan kami, berarti bukan dari golongan yang meneladani sunnah Nabi, bukan dari golongan orang-orang yg meneladani Beliau Sholallohu ‘Alaihi Wasallam.
Sungguh, pantang bagi seorang muslim untuk meremehkan sikap jujur, karena jujur adalah sikap yang ditimbang berat dalam syari’at. Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga”
(HR Muslim 2607)
Sebaliknya :
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ
“Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka”
(HR Muslim 2607)
Dan perlu diingat, bisa jadi dengan kecurangan yg dilakukan seorang hamba, itulah yang menjadi sebab rezekinya terhambat, karirnya seret, dan lain-lain.
Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
إنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“Seorang hamba boleh jadi terhalang rizki untuknya karena dosa yang ia perbuat”
(HR Ahmad 5/282)
Terlepas bahwa hadits ini diperselisihkan Ulama dalam hal sanad, namun bisa menjadi pelajaran bagi kita bahwa rezeki berbanding lurus dengan ketaqwaan.
Jika kecurangan menjadi tingkah laku kita, rezekipun terhalang karenanya, minimal rezeki kita tidak barokah.
Apalah artinya bisa menghemat uang sekian puluh ribu dengan memakai elpiji khusus masyarakat miskin atau semacamnya, namun uang yang kita miliki menjadi tak barokah.
Wallahu A’lam,
Wabillahittaufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Rabu, 11 Muharram 1441 H / 11 September 2019 M
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI IMAM SYAFI’I Kulliyyatul Hadits, dan Dewan konsultasi Bimbingan Islam,
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله klik disini