MuamalahReportase

Bolehkah Memberikan Upah Tanpa Akad?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Bolehkah Memberikan Upah Tanpa Akad?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Bolehkah Memberikan Upah Tanpa Akad? selamat membaca.

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ustadz. Kasus lain hal kecil seperti meminta tolong seseorang membelikan makan, atau mengangkat barang dan setelah selesai diberikan uang tapi tanpa akad didepan. Bolehkah? Jazakallah khairan.

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Masalah ini adalah pada masalah yang dapat permintaan tolong untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu kemudian sebagai rasa terimakasih dia akan diberikan upah tertentu atau bisa jadi tidak diberikan apapun.

Bagaimanakah akadnya?

Bila yang dimaksudkan disini adalah masuk kedalam akad tolong menolong dan ini yang sebaiknya dilakukan maka tidak perlu dengan akad di awal pekerjaannya.

Karena ia berharap pahala dan ganti dari Allah ta`ala dengan apa yang dilakukannya. Sebagaimana firman Allah ta`ala

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

dan Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam,”

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَابِ الدُّنْياَ نَفْسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَابِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيهِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ

“Barang siapa melapangkan seorang mukmin dari satu kesusahan dunia, Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan di hari kiamat. Barang siapa meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Dan bila diberikan tips atau uang jasa dengan apa yang dilakukannya maka boleh menerimanya dengan besaran yang tidak ditentukan karena memang tidak ada perjanjian atau akad sebelumnya.

Karena muamalah ini masuknya dalam bab saling membantu dan berbuat ihsan/baik kepada sesama sebagaimana hadist Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan :

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يَقْبَلُ الهديَّةَ ويُثِيبُ عليها

“Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam biasa menerima hadiah dan membalasnya.” (HR Al Bukhari : 2585)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تَهادُوا تَحابُّوا

“Saling memberi hadiahlah kalian; niscaya kalian akan saling mencintai.” -HASAN- (Shahih Al Adab Al Mufrad, 462) HR. Al Bukhari (Al Adab, 594) dan Abu Ya’la (6148)

Dimana pemberian tersebut sebagai hadiah yang bisa diterima selama penerima hadiah tersebut bukan dari pegawai pemerintah atau pegawai yang terlarang pada jenis dan pihak yang terkait dengan pekerjaannya.

Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi rahimahullah mengingatkan juga tentang point ini saat menjelaskan tentang masalah hadiah :

يَنْبَغِي أَنْ لَا يَحْتَقِرَ الْقَلِيلَ، فَيَمْتَنِعَ مِنْ إِهْدَائِهِ، وَأَنْ لَا يَسْتَنْكِفَ الْمُهْدَى إِلَيْهِ عَنْ قَبُولِ الْقَلِيلِ

“Sikap yang selayaknya, jangan seseorang merasa tidak pantas untuk memberikan sesuatu yang kecil; lalu akhirnya tidak jadi memberi.
Dan jangan pula orang yang mendapat sebuah pemberian menolak dari menerimanya karena hanya berupa hal yang remeh.” (Raudhah Ath-Thalibin, IV/427)

Selama hadiah yang diberikan bukan kepada para pejabat pemerintah atau pegawai yang telah mendapatkan gaji dari atasannya, sebagaimana hadist

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ

“Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat).” (HR. Ahmad no. 22495).

Beliau juga bersabda:

مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى . فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

“Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, “Ini untukmu dan ini hadiah untukku!” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak?

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.“ (HR. Bukhari no. 6639).

Bila hal tersebut dianggap sebagai akad jual beli atau sewa jasa dari manfaat yang diberikan maka harus ada kejelasan dengan hak dan kewajiban yang akan di dilakukan di awal pekerjaan atau sudah di ketahui secara uruf/kebiasaan dengan upah yang di dapatkan. Untuk menghindari kesalahpahaman atau pengurangan dengan hak dan kewajiban dari masing masing pihak.

Namun tetaplah sebaiknya menjadikan perbuatan ini kedalam bab tolong menolong, sehingga ia telah siap dan tidak merasa dirugikan bila tidak diberi atau di beri dengan imbalan tertentu.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Selasa, 25 Jumadil Akhir 1444H / 17 Januari 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button