IbadahKonsultasi

Bersedekah Dengan Niat untuk Orang Yang Tertabrak Motornya

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Bersedekah Dengan Niat Untuk Orang Yang Tertabrak Motornya

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Bersedekah Dengan Niat untuk Orang Yang Tertabrak Motornya, selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah Ta’ala senantiasa merahmati dan memberkahi ustadz dan umat muslim seluruhnya. Afwan izin bertanya ustadz.

Ana 10 tahun yang lalu secara tidak sengaja pernah menabrak motor seorang bapak sehingga menyebabkan lampu belakang motor bapak tersebut pecah. Apa yang harus ana lakukan untuk menebus dosa ana tersebut ustadz?

Ana berpikir ingin bersedekah dengan niat untuk bapak tersebut. Apakah hal tersebut diperbolehkan ustadz? Atau adakah cara yang benar untuk bertaubat dari dosa ini ustadz? Syukron wa jazakumullah khairan katsiron. Barakallahufiikum

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Aamin, semoga Allah senantiasa membahagiakan kita semua.

Menjadi hal terbaik dan perlu kita jaga untuk selalu mengingat kesalahan yang pernah kita lakukan bila menjadikan kita semakin memperbaiki diri dan mendekatkan kepada perbuatan selalu bertaubat dan beristighfar kepada Allah.

Namun bila malah menjadikan ia patah semangat dan muncul ketakutan yang berlebihan maka hendaknya mengatur kembali dalam mengingat apa yang di lakukan dari kesalahan yang telah lampau.

Dengan mengingat kesalahan harapannya ia terus banyak melakukan taubat kepada Allah, berharap Allah akan menghapuskan dosa dan memasukkannya ke dalam surga, firman Allah ta`ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” (QS. At Tahrim: 8)

Firman Allah ta`ala,”

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nur: 31)

Terkait dengan hak manusia di dalam kita bertaubat, hendaknya meminta maaf dengan apa yang di lakukan, sampai ia meminta maaf dan menjadikan halal dari kesalahan yang dilakukan.

Bila tidak memungkinkan karena keadaan tertentu, maka hendaknya ia banyak mendoakan kebaikan kepada orang tersebut. Dengan kesungguhan ini, berharap Allah mengampuni dosa dan kesalahan yang pernah kita lakukan.

Apakah boleh untuk bershadaqah buat diri orang yang pernah kita berbuat salah? termasuk di dalamnya dengan masalah yang di tanyakan.

Maka tidak mengapa seseorang di dalam usaha untuk menghapus dosa kemaksiatan yang pernah ia lakukan, ia bershadaqah dari sebagian hartanya, hal ini dengan mengambil keumuman firman Allah ta`ala,”

Baca Juga:  Hukum Pengobatan Alternatif Di Luar Nalar Menurut Islam

(إن الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ)

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud : 114)

Dan juga dengan sabda Rasulullah shallahu alaihi wasallam kepada Abu Dzar Radyiyahu anhu,”

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ ، وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا…

“Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan susullah kejelakan dengan melakukan kebaikan maka niscaya kebaikan akan menghapuskan kejelekan.” ( HR. Tirmidzi : 1978, dan di hasankan oleh syekh ALbani pada Kitab Sunan Tirmidzi)

Dan pada kisah Ka`ab bin Malik radhiyahu anhu dari kisah taubatnya yang tidak berperang dalam perang tabuk ia berkata, “ aku katakan,” Ya Rasulullah, sungguh dari tanda bertaubatku aku akan melepaskan seluruh hartaku sebagai shadaqah kepada Allah dan kepada RasulNya shallahu alaihi wasallam…maka Rasulllah shallahu alaihi wasallam berkata kepadanya,”

أَمْسِكْ عَلَيْكَ بَعْضَ مَالِكَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ

“ Tahanlah sebagian hartamu, itu lebih baik bagimu.” [HR. Bukhari ( 2758), Muslim ( 2769)]

Berkata ulama lajnah daimah terhadap seseorang yang telah mencuri uang orang lain,”

إن كان يعرف العبدَ أو يعرف من يعرفه : فيتعين عليه البحث عنه ليسلم له نقوده فضة أو ما يعادلها أو ما يتفق معه عليه ، وإن كان يجهله وييأس من العثور عليه : فيتصدق بها أو بما يعادلها من الورق النقدي عن صاحبها ، فإن عثر عليه بعد ذلك فيخبره بما فعل فإن أجازه فبها ونعمت ، وإن عارضه في تصرفه وطالبه بنقوده : ضمنها له وصارت له الصدقة ، وعليه أن يستغفر الله ويتوب إليه ويدعو لصاحبها . “فتاوى إسلاميَّة” (4/165) .

“Jika ia mengetahui orang tersebut atau mengetahui orang yang mengetahuinya, maka ia harus mencarinya dan menyerahkan uang atau perak atau yang semisal dan serupa dengannya. Namun bila ia tidak mengetahuinya dan berputus asa dari mencari pemiliknya, maka hendaknya ia bershadaqah dengannya atau yang seharga dengannya dari uang tersebut (dengan niat dishadaqahkan) buat pemiliknya.

Bila nantinya ternyata ia mendapatkan pemiliknya ,hendaknya ia kabarkan dengan apa yang telah di lakukan. Bila pemilik membolehkannya, maka itu adalah suatu kenikmatan. Dan jika ia tidak berkenan dengan perbuatannya dan tetap meminta kembali uangnya maka ia harus bertanggung jawab untuk menggantinya, sedangkan ( harta yang telah di berikan) akan menjadi pahala shadaqah buat pemiliknya. Hendaknya juga ia meminta ampun kepada Allah , bertaubat kepadaNya dan berdoa untuk pemilik (uang) tersebut.

(Fatawa Islamiyah : 4/165)

Karenanya boleh ia mencukupkan diri dengan meminta ampun dengan sepenuh hati, menyesal dan tidak akan melakukannya kembali dan banyak mendoakan orang tersebut. Dan bila ia ingin melakukan bershadaqah untuk orang tersebut maka boleh dilakukan.

Wallahu A’lam,
Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Related Articles

Back to top button