Keluarga

Begini Sikap Anak Dalam Menasehati Orang Tua

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Begini Sikap Anak Dalam Menasehati Orang Tua

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Begini Sikap Anak Dalam Menasehati Orang Tua. selamat membaca.

Pertanyaan:

bismillah assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh ustadz, bagaimana jika orang tua pengikut tarekat, pelaku bid’ah dan syirik bahkan menganggap syurga adalah tempat untuk para syaiton.

Sebagai anak sudah berusaha menasehati namun masih belum sampai ke hati saat ini yang bisa dilakukan sebagai anak hanya mendoakannya.

Apakah yang boleh dan tidak boleh saya lakukan untuk tidak berloyal kepada pelaku syirik tanpa mengabaikan peran saya sebagai anak kepada orang tua? apakah mereka meminta uang untuk kegiatan ibadah mereka juga termasuk berloyal? jika iya bagaimana sikap saya sebaiknya ustadz? jazakumullah khairan wa barakallahu fiikum

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Waalaikum salam warahmatullah wabarokatuh

Semoga Allah ta`ala memberikan kekuatan dan hidayah kepada kita semua.

Memang terasa berat dan sedih ketika ada angggota keluarga kita belum berada di atas jalan sunnah sesuai dengan ajaran nabi dan sahabatnya. Itulah hidayah Allah yang menjadi hak Allah untuk diberikan kepada siapapun yang di kehendakiNya.

Tugas kita hanya berusaha menjaga apa yang telah Allah berikan dan berusaha mengajak orang orang yang disekitar kita untuk masuk di jalur kebenaran, semua ada di tangan Allah ‘azza wa jalla.

Dalam menyikapi keluarga kita yang masih melakukan perbuatan yang tidak sesuai atau bahkan misalnya belum masuk di dalam islam, maka tentunya kita bisa mengambil banyak pelajaran dari para nabi dan orang orang shalih sebelumnya dalam bersikap kepada oang orang dekat mereka yang Allah belum berikan hidayah kepada mereka.

Misalnya mengambil pelajaran dari nabi Nuh yang tidak bisa mengajak anaknya untuk bersama di dalam ketaatan, dari nabi Ibrahim yang tidak berdaya untuk mengislamkan bapaknya atau dari nabi Muhammad yang tidak bisa mengislamkan pamannya yang selalu menopang dakwahnya.

Adapun mengenai Abu Thalib, Allah berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi hidayah kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki”. [Al Qashash/28 : 56].

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرٌ ۖ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi hidayah”. [Ar Ra‘d/13 : 7].

Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi Nuh berdoa (yang artinya),“Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud: 45-46)

Bagaimana sikap Nabi Ibrahim terhadap bapaknya yang kafir dapat dilihat dalam dalam beberapa ayat diantaranya apa yang disebutkan di dalam surat Maryam: 41-48, diantaranya sebagaimana firmanNya,”

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا

“Ceritakanlah wahai Muhammad kisah Ibrahim di dalam kitab Al-Qur’an, sesungguhnya dia seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi”

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolongmu sedikitpun juga”

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا

“Wahai bapakku sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kamu ke jalan yang lurus”

Dan sebagainya dari dalil yang menunjukkan bahwa semua hidayah hanya ada di tangan Allah ta`ala.

Lalu bagaimana sikap kita, apakah kita harus mentaati dan berbuat baik kepada mereka terlebih kepada orang tuanya?

Baca Juga:  Pilihan Sulit Seorang Suami? Tinggal Bersama Ibunya Atau Terpisah Rumah

Mestinya seperti itu, tetap berbuat baik selama tidak dalam kemungkaran dan berusaha mengajak untuk merubah kemungkaran yang di lakukan dengan cara bijak.

Sebagaimana firman Allah ta`ala di dalam surat Luqman,”

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan bergaul-lah kepada keduanya dalam kehidupan dunia dengan cara yang ma’ruf”

Kecuali bila orang tua atau mereka mengajak kepada kemungkaran maka di larang mentaatinya, tidak boleh membantunya, tidak boleh membersamai mereka pada saat kemungkaran di lakukan namun tetap diperintahkan untuk bersikap baik dan membantu kebaikan lainnya yang dibolehkan untuk di jalankan.

Sebagaimana kisah Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘anhu dan ibunya dapat dijadikan sebagai pelajaran. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim (Juz. IV hal. 1877 no. 1748 (43)),

Diceritakan bahwa Ummu Sa’ad (ibunya Sa’ad) bersumpah tidak akan berbicara kepada anaknya dan tidak mau makan dan minum karena menginginkan Sa’ad murtad dari ajaran Islam.

Ummu Sa’ad mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya berkata, “Aku tahu Allah menyuruhmu berbuat baik kepada ibumu dan aku menyuruhmu untuk keluar dari ajaran Islam ini”.

Kemudian selama tiga hari Ummu Sa’ad tidak makan dan minum. Bahkan memerintahkan Sa’ad untuk kufur. Sebagai seorang anak Sa’ad tidak tega dan merasa iba kepada ibunya.

Berkaitan dengan kisah Sa’ad ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu seperti yang terdapat pada surat Al-Ankabut/29 ayat 8 .

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami berwasiat kepada manusia agar berbakti kepada orang tuanya dengan baik, dan apabila keduanya memaksa untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak ada ilmu, maka janganlah taat kepada keduanya” Sedangkan wahyu yang kedua dalam surat Luqman/31 ayat 15.

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan apabila keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan apa-apa yang tidak ada ilmu padanya, jangan taati keduanya dan bergaul lah dalam kehidupan dunia dengan perbuatan yang ma’ruf (baik) dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan“.

dan juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,”

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

“Patuh dan taat pada pemimpin tetap ada selama bukan dalam maksiat. Jika diperintah dalam maksiat, maka tidak ada kepatuhan dan ketaatan.” (HR. Bukhari, no. 2955)

Dari sedikit keterangan di atas dapat dipahami bahwa diperintahkan untuk terus memperlakukan orang orang yang disekitar kita dengan baik dan bijak, namun tidak boleh membantu mereka termasuk di dalamnya orang tua yang akan mempergunakannya kebaikan atau bantuan untuk hal yang melanggar syariat dan tetap membantu dalam kebaikan lainnya.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Selasa, 14 Sya’ban 1444H / 7 Maret 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button