Fiqih

Begini Seharusnya Penuntut Ilmu Agama

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Begini Seharusnya Penuntut Ilmu Agama

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Begini Seharusnya Penuntut Ilmu Agama. selamat membaca.

Pertanyaan:

Assalamualaikum ustadz ….ahasanallohuilaikum…afwan izin bertanya apakah dalam belajar hukumnya wajib menghafal semua dalil atau diperbolehkan memahami dan mengetahui bahwa ada dalil yang mendasari sebuah perkara ibadah ? Jazakallohhukhoiron

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ

“Maka ketahuilah, bahwa Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan memohonlah ampunan untukmu dan orang-orang beriman laki dan perempuan” (Q.S Muhammad: 19).

Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata:

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِح

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki” (Dari kitab Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah: 2/383).

Kata berilmu atau memahami dan mengetahui diatas tidaklah mengharuskan seseorang menghafal dengan setiap apa yang dia lakukan, karena bila tuntutannya adalah menghafal maka tentunya akan didapatkan banyak manusia yang sulit menghafalkan setiap dalil dari amalan yang dilakukan.

Padahal setiap hari manusia terus banyak melakukan amal ibadah , tentunya ini akan memberatkan bahkan dikatakan tidak mungkin bisa dilakukan, karena kemampuan dari manusia sangatlah terbatas.

Sehingga yang dimaksudkan mengetahui ilmu di dalam setiap beramal adalah dengan memahami dan mengetahu dasarnya bukan menghafalkannya.

Namun,bukan berarti tidak perlu menghafalkannya, perlu melihat posisi seseorang di dalam mengetahui dalil dan ilmu yang ia pelajari.

Memang secara umum terhadap dalil dalam beribadah tidaklah berupa hafalan saja, namun bagi seorang penuntut ilmu yang diharapkan ia menjadi ulama dan akan menjadi orang yang di jadikan sebagai sumber ilmu maka tentunya ia berusaha menghafalkan ilmu atau dalil-dalil pokok yang sering atau akan digunakan untuk menyampaikan ajaran yang ada di dalam agama ini.

Sehingga diharapkan ilmu yang ia sampaikan bukanlah dari pemahaman ia semata, namun benar-benar ia telah mendapatkan dari suatu warisan para ulama sebelumnya yang jauh lebih baik di dalam memahami nash-nash alquran atau minimalnya ia tidak salah di dalam penukilan dalil bahwa apa yang di sampaikan benar ada sumbernya, baik berupa ayat dan hadist atau berasal dari perkataan dan pemahaman para ulama ulama yang telah mewarisi ilmu dari nabi secara turun temurun.

Disampung fungsi dari hafalan sangatlah besar untuk mengikat pemahaman yang telah ia ketahui. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Tirmidzi (2658) telah meriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda:

( نضر الله امرأ سمع مقالتي فوعاها وحفظها وبلغها، فرب حامل فقه إلى من هو أفقه منه ) وصححه الألباني في “صحيح الجامع” (2309)

Baca Juga:  Tayammum Untuk Menjama' Sholat

“Allah akan memberikan “Nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu dia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, karena berapa banyak para pembawa fikih, ada yang lebih faham lagi darinya”. (Dishahihkan oleh Albani dalam Shahihul Jami’: 2309)

Al Bazzar telah meriwayatkan dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya –radhiyallahu ‘anhu– dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bahwa beliau bersabda:

( نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِيَ فَحَفِظَهَا فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا )

“Allah akan memberikan “Nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu menghafalnya dan mengamalkannya sebagaimana yang telah ia dengar”.

Hadits ini menunjukkan perintahnya dan pentungnya dalam menghafal hadits dan menyampaikannya sebagaimana yang telah dia dengar.

Juga karenanya ada perintah bagi seorang pencari ilmu untuk mencatatkan ilmu dalam bentuk tulisan sebagai aplikasi dalam menghafalkan imu dan memahaminya dengan baik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

قيدوا العلم بالكتابة

“Ikatlah ilmu dengan tulisan” (Silsilah Ahadits Ash Shahihah no. 2026)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang penuntut ilmu harus semangat dalam mengingat-ingat dan menghafalkan apa yang telah ia pelajari, baik dengan hafalan di dalam dada ataupun dengan menuliskannya.

Sesungguhnya manusia adalah tempatnya lupa, maka jika dia tidak bersemangat untuk mengulang dan mereview pelajaran yang telah didapatkan, maka ilmu yang telah diraih bisa hilang sia-sia atau dia lupakan” (Kitaabul ‘Ilmi hal. 62)

Karenanya, berusa untuk terus belajar menghafalkan , memahami, mengamalkan dan mendakwahkan adalah kesempurnaan yang diharapkan. Namun bila tidak memungkinkan, maka kita berusaha melakukan yang bisa kita lakukan , menyebarkan dan menjalankan ilmu yang kita dapat.

Hafalkan semampunya dengan memilih point point penting yang dibutuhkan terutama di dalam menghafalkan alquran dan hadist nabi. Semoga Allah memnjadikan kita semua bagian dari hamba pewaris dari para Nabi yang terus istiqomah dalam mempelajari, menghafalkan, menjalankan dan menyebarkan ilmu.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Rabu, 11 Dzulqa’dah 1444H / 31 Mei 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button