Barisan Shof yang Terputus Karena Dua Tiang

Saudaraku yang mencintai sunnah dan dicintai oleh Alloh, termasuk hal yang patut disyukuri di tanah air kita saat ini adalah makin semaraknya Syiar Islam dan semakin tersebarnya Dakwah Sunnah. Mulai dari banyaknya video kajian yang berseliweran di media sosial, juga banyaknya majelis taklim atau kajian Sunnah pekanan yang terjadwal diberbagai masjid, sampai ramainya promosi gerakan sholat subuh berjama’ah (semoga tidak hanya sholat subuh saja), subuh bercahaya, dan lain-lain, ini semua adalah nikmat yang patut kita syukuri.
Dan jika kita cermati lebih lanjut, semua hal yang berkaitan dengan Syiar Islam serta Dakwah Sunnah ini tidak pernah lepas dari peran masjid, karenanya semoga Alloh Jalla wa ‘Alaa selalu menambatkan hati kita dengan Masjid, menjadikan kita golongan dari hambaNya yang senantiasa memakmurkan rumah-rumah Alloh.
Namun tahukah anda wahai saudaraku, terlepas dari gerakan orang-orang yang hasad terhadap dakwah ini (pemboikotan pembangunan masjid, pengerusakan fasilitas masjid, dan lain-lain) ada beberapa adab yang sejatinya berkaitan erat dengan masjid namun banyak diantara kita yang belum tahu, baik itu sebagai jama’ah, takmir, ataupun pihak yang membangun masjid. Apa itu? Shof, tentang barisan shof yang terputus karena dua tiang. Mari kita cermati hadits berikut;
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ أَبُو طَالِبٍ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ وَأَبُو قُتَيْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنَّا نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنُطْرَدُ عَنْهَا طَرْدًا
Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam Abu Tholib, telah menceritakan kepada kami Abu Dawud dan Abu Qutaibah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Harun bin Muslim dari Qotadah dari Mu’awiyah bin Qurroh dari Bapaknya ia berkata, “Pada masa Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam kami dilarang membuat shaf antara tiang-tiang, maka kamipun meninggalkannya” [HR Ibnu Majah 992, Silsilah ash Shahihah 335]
Dalam riwayat lain juga disebutkan:
عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ مَحْمُودٍ قَالَ كُنَّا مَعَ أَنَسٍ فَصَلَّيْنَا مَعَ أَمِيرٍ مِنْ الْأُمَرَاءِ فَدَفَعُونَا حَتَّى قُمْنَا وَصَلَّيْنَا بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَجَعَلَ أَنَسٌ يَتَأَخَّرُ وَقَالَ قَدْ كُنَّا نَتَّقِي هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abdul Hamid bin Mahmud, dia berkata: “Kami pernah bersama Anas bin Malik, dan shalat di belakang seorang gubernur. Lalu para makmum mendorong kami sehingga kami berdiri dan shalat di antara dua tiang. Maka Anas mulai mundur dan berkata setelah selesai shalat; kami dahulu pada zaman Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam menjahui ini (membuat shof sholat di antara dua tiang)” [HR Tirmidzi 212]
Bahkan dalam beberapa atsar sahabat kita dapati penjelasan yang tegas, seperti perkataan Abdullah bin Mas’ud rodhiallohu ‘anhu:
لَا تَصفُوا بَيْنَ السوَارِي
“Jangan kalian ber-shaf diantara tiang-tiang” [Mushonnaf 2/1750] Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu pun juga menyampaikan hal yang senada, beliau mengatakan:
نهينَا أنْ نُصَليَ بَيْنَ الأَسَاطين
“Kami dilarang shalat diantara tiang-tiang” [Mushonnaf 2/7499]
Dari pemaparan dalil diatas kita akan dapati kesan tegas larangan sholat diantara dua tiang, namun ternyata ada silang pendapat dikalangan para ulama tatkala menjelaskan hal ini, ada beberapa tolok ukur yang menjadi poin persamaan, dan ada juga yang menjadi poin perbedaan dikalangan para ulama. Beberapa poin persamaannya adalah sebagai berikut;
1). Boleh sholat diantara 2 tiang jika sendirian, tidak berjama’ah, atau sebagai imam.
2). Boleh sholat diantara 2 tiang sebagai makmum, jika jama’ahnya tidak banyak, tidak membuat shof terputus karena 2 tiang tersebut atau tidak melanjutkan shof di kedua sisi dari 2 tiang tersebut.
3). Boleh sholat diantara 2 tiang sebagai makmum, jika jama’ahnya sangat banyak, dan masjidnya tidak luas, sehingga menyebabkan sebagian jama’ah sholat diluar masjid.
Sementara yang menjadi poin perselisihan dikalangan ulama adalah jika para makmum membuat shof diantara dua tiang dalam kondisi jama’ah yang tidak padat, masjid yang lapang, sangat memungkinkan bagi mereka untuk menghindarinya, dan tidak menyebabkan mereka sholat di luar masjid. Sebagian ulama mengatakan hukumnya makruh, dan sebagian yg lain membolehkannya.
Imam Tirmidzi rohimahulloh mengatakan:
وَقَدْ كَرِهَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ: أَنْ يُصَفَّ بَيْنَ السَّوَارِي، وَبِهِ يَقُولُ أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ، وَقَدْ رَخَّصَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ فِي ذَلِكَ
“Sekelompok ahli ilmu menilai makruh membuat shaf di antara tiang-tiang dan ini dipegang Ahmad dan Ishaq, tetapi sekelompok ahli ilmu lain memberi keringanan dalam masalah ini.” [Al-Jâmi’ I/443]
Ulama yang berpendapat makruh berhujjah dengan dalil-dalil pokok yang telah kita sampaikan diatas, dari hadits Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam serta beberapa atsar sahabat rodhiallohu ‘anhum, dan tidak kami mendapati perkataan atau komentar dari sahabat lain yang meyelisihi larangan tersebut. Mereka yang memegang penadapat ini diantaranya Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rohawaih, An-Nakhoi, Asy-Syaukani, Syeikh Albani, dan lain-lain -rohimahumulloh-.
Adapun Ulama yang berpendapat bolehnya sholat diantara dua tiang seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, Hasan Al-Bashri, dan lain-lain -rohimahumulloh- berhujjah dengan hadits saat Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam sholat didalam ka’bah, maka sahabat Ibnu ‘Umar bertanya pada Bilal yang membersamai Beliau sholallohu ‘alaihi wasallam;
أَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الكَعْبَةِ؟ قَالَ: نَعَمْ، رَكْعَتَيْنِ، بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ اللَّتَيْنِ عَلَى يَسَارِهِ إِذَا دَخَلْتَ، ثُمَّ خَرَجَ، فَصَلَّى فِي وَجْهِ الكَعْبَةِ رَكْعَتَيْنِ
“Apakah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam shalat di dalam Ka’bah?” Dia menjawab, “Ya. Dua rakaat di antara dua tiang yang berada di samping kiri beliau saat masuk. Kemudia beliau keluar lalu shalat menghadap arah Ka’bah dua rakaat.” [HR Bukhari 382]
Berdasarkan dalil diatas, para ulama yang membolehkan sholat diantara dua tiang berpendapat bolehnya sholat diantara dua tiang secara mutlak tanpa membedakan antara sholat sendiri ataupun jama’ah.
Maka diantara dua silang pendapat ini yang Insya Alloh rojih dan lebih berhati-hati adalah pendapat pertama, yaitu yang berpendapat makruhnya sholat berjama’ah sebagai makmum jika kondisi jama’ah tidak padat, atau masjid yang lapang.
Karena hujjah pendapat kedua dapat dibantah dengan penjelasan hadits itu sendiri, bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori ini berbicara tentang sholat sendirian dan bukan jamaah. Sedangkan yang ada larangannya saat sholat di antara dua tiang adalah sholat jamaah bagi makmum. Inilah yang benar Insya Alloh.
Ibnu Hubaib berkata: “Bukanlah larangan itu kepada putusnya shof-shof jika masjidnya sempit, namun hal itu dilarang apabila masjidnya luas.” (Umdatul Qari: 4/286)
Syeikh Muhammad Syamsul Haq menukil dan meringkas perkataan dari Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya:
وَأَمَّا حَدِيثُ الْبَابِ فَفِيهِ النَّهْيُ عَنْ مُطْلَقِ الصَّلَاةِ بَيْنَ السَّوَارِي فَيُحْمَلُ الْمُطْلَقُ عَلَى الْمُقَيَّدِ، وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ صَلَاتُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ، فَيَكُونُ النَّهْيُ عَلَى هَذَا مُخْتَصًّا بِصَلَاةِ الْمُؤْتَمِّينَ بَيْنَ السَّوَارِي دُونَ صَلَاةِ الْإِمَامِ وَالْمُنْفَرِدِ، وَهَذَا أَحْسَنُ مَا يُقَالُ، وَمَا تَقَدَّمَ مِنَ الْقِيَاسِ عَلَى الْإِمَامِ وَالْمُنْفَرِدِ فَاسِدُ الِاعْتِبَارِ لِمُصَادَمَتِهِ لِلْأَحَادِيثِ، هَذَا تَلْخِيصُ مَا قَالَ الشَّوْكَانِيُّ فِي النَّيْل
“Dalam hadits Anas ini terdapat larangan secara mutlak sholat di antara tiang-tiang. Maka yang muthlak ini dibawa ke muqayyad. Yang menunjukkan hal ini adalah sholat Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam di antara dua tiang. Oleh karena itu, larangan ini khusus untuk sholatnya makmum bukan sholatnya imam dan munfarid. Inilah pendapat yang paling baik, sementara mengqiyaskan imam dan munfarid adalah qiyas yang rusak karena bertentangan dengan hadits-hadits. Inilah ringkasan yang disampaikan oleh asy-Syaikani dalam Nailul Author.” [‘Aunul Ma’bûd (II/262) olehnya]
Terlebih lagi jika melihat hikmah dari pelarangan ini, tentu saja yang pertama adalah lebih meneladani contoh yang diajarkan Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabat rodhiallohu ‘anhum, juga adanya ancaman bagi yang sholat diantara tiang serta menyambung-nyambungkannya dengan sengaja karena berarti memutus shof, sebagaimana dalam hadits
وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Siapa yang menyambung shof maka Alloh akan menyambungnya dan siapa yang memutus shaf maka Alloh akan memutusnya.” [HR Abu Dawud 666, Ahmad 5724]
Demikianlah penjelasan tentang hukum sholat diantara dua tiang, mudah-mudahan Alloh Memberikan taufik dan kemudahan untuk melaksanakan setiap sunah, walaupun kelihatannya sepele, karena tidak ada istilah sepele dalam sunah, jika itu shohih maka itu adalah perintah Alloh dan RosulNya sholallohu ‘alaihi wasallam, begitupula untuk menjauhi hal yang bersifat makruh, sebab istilah makruh bagi ulama terdahulu lebih bermakna mendekati pengharaman.
Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kita semua, serta menjadi pedoman bagi takmir-takmir masjid, atau saudara-saudarku yang sedang membangun masjid.
Wallohu A’lam
Wabillahit Taufiq
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)
TAUSIYAH
Bimbinganislam.com