FiqihKonsultasi

Bagaimana Status Puasa Orang yang Dibius?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

BAGAIMANA STATUS PUASA ORANG YANG DIBIUS ?

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Afwan Ustadz,
Ketika puasa kita disuntik bius (lokal) itu membatalkan atau tidak?
Bagaimana jika di bius total?

Jazakumullah khairon katsiron

(Disampaikan oleh Fulanah Sahabat BiAS )


Jawaban

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين

بِسم الله

Apabila bius tidak sampai membuat pingsan maka tidak batal. Tapi jika membuat pingsan maka dirinci :

– Hanya pingsan sesaat saja maka tidak batal puasa.
– Pingsan sejak sebelum fajar sampai habis durasi puasa belum sadar maka ini membatalkan puasa.

Keterangan lebih lengkap silahkan disimak nukilan fatwa sebagai berikut :

مذهب الإمامين الشافعي وأحمد أن من أصيب بإغماء في رمضان لا يخلو من حالين :

الأولى :

أن يستوعب الإغماء جميع النهار ، بمعنى أنه يغمى عليه قبل الفجر ولا يفيق إلا بعد غروب الشمس.

فهذا لا يصح صومه ، وعليه قضاء هذا اليوم بعد رمضان .

والدليل على عدم صحة صومه أن الصوم إمساك عن المفطرات مع النية ، لقول الله تعالى في الحديث القدسي عن الصائم : ( يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي ) رواه البخاري (1894) ومسلم (1151) . فأضاف الترك إلى الصائم ، والمغمى عليه لا يضاف إليه الترك .

وأما الدليل على وجوب القضاء عليه فقول الله تعالى : ( وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ) البقرة/185 .

الثانية :

أن يفيق جزءً من النهار – ولو لحظة – فهذا يصح صيامه . سواء أفاق من أول النهار أو آخره أو وسطه .

قال النووي رحمه الله وهو يذكر اختلاف العلماء في هذه المسألة :

وأصح الأقوال : يشترط الإفاقة في جزءٍ منه اهـ .

أي : يشترط لصحة صوم المغمى عليه أن يفيق جزءً من النهار .

والدليل على صحة صومه إذا أفاق جزءً من النهار أنه قد وجد منه الإمساك عن المفطرات في الجملة.

انظر : “حاشية ابن قاسم على الروض المربع” (3/381)1 .

وخلاصة الجواب :

أن الرجل إذا أغمي عليه جميع النهار –أي من طلوع الفجر إلى غروب الشمس- لم يصح صومه ، وعليه القضاء .

وإذا أفاق في أي جزء من النهار صح صومه . وهذا هو مذهب الشافعي وأحمد واختاره الشيخ ابن عثيمين رحمه الله .

انظر : المجموع (6/346) ، والمغني (4/344) ، الشرح الممتع (6/365)1).

والله أعلم .

Artinya :

Alhadulillah

Mazhab Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang mengalami pingsan di bulan Ramadan ada dua kondisi :

Pertama :
Pingsan sepanjang siang, maksudnya dia pingsan sebelum fajar dan baru sadar setelah matahari terbenam. Orang seperti ini tidak sah puasanya. Dia harus qadha puasa hari itu setelah bulan Ramadan.

Dalil bahwa puasanya tidak sah adalah karena puasa itu menahan diri dari sesuatu yang membatalkan disertai niat. Berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi tentang orang yang berpuasa :

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي (رواه البخاري، رقم 1894 ومسلم ، رقم 1151)1)

“Dia meninggalkan makanan dan minumannya serta syahwatnya demi Aku.”

(HR. Bukhari, no. 1894, Muslim, no. 1151)

Orang yang puasa itu dikaitkan dengan sikap meninggalkan. Sedangkan orang yang pingsan tidak dapat dikatakan ‘meninggalkan’.

Adapun dalil tentang wajibnya qadha, adalah firman Allah Ta’ala :

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ )(سورة البقرة:183)1)

“Siapa yang sakit dan bepergian (lalu dia berbuka) maka dia harus menggantinya di hari yang lain.”

(QS. Al-Baqarah: 185)

Kedua :
Dia sadar pada sebagian siang, walau sesaat. Maka orang seperti ini puasanya sah. Baik dia sadar di awal siang atau di akhirnya atau di pertengahannya. An-Nawawi rahimahullah berkata saat dia menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah ini :

“Pendapat yang paling kuat adalah : Disyaratkan sadar pada sebagian siang. Maksudnya sahnya puasa orang yang pingsan adalah jika dia sadar pada sebagian siang. Dalil bahwa orang yang pingsan puasanya sah apabila dia siuman pada sebagian siang adalah karena dia secara umum dikatakan telah menahan dari perkara yang membatalkan.”

(Lihat Hasyiah Ibnu Qasim Ala Raudhil Murbi, 3/381).

Kesimpulan jawaban :

Bahwa seseorang yang pingsan sepanjang siang, maksudnya sejak sebelum terbit fajar hingga matahari terbenam, puasanya tidak sah, dan dia harus mengqadha. Jika dia siuman pada sebagian siang, maka puasanya sah. Ini merupakan mazhab Syafii dan Ahmad serta pilihan pendapat Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah.

(Lihat Al-Majmu : 6/346, Al-Mughni : 4/344, Asy-Syarhul Mumti’ : 6/365)

Sumber Fatwa Islamqa no. 9245

Wallahu A’lam
Wabillahittaufiq

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati, حفظه الله تعالى
Kamis, 4 Ramadhan 1440 H / 9 Mei 2019 M

 



Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA حفظه الله
Beliau adalah Alumni Mediu, Dewan konsultasi Bimbingan Islam, dan da’i di kota Klaten.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA حفظه الله  
klik disini

Ustadz Abul Aswad Al Bayati, BA.

Beliau adalah Alumni S1 MEDIU Aqidah 2008 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dauroh Malang tahunan dari 2013 – sekarang, Dauroh Solo tahunan dari 2014 – sekarang | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Koordinator Relawan Brigas, Pengisi Kajian Islam Bahasa Berbahasa Jawa di Al Iman TV

Related Articles

Back to top button