Bagaimana Kewajiban Suami Dan Istri Dalam Rumah Tangga?

Bagaimana Kewajiban Suami Dan Istri Dalam Rumah Tangga?
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Bagaimana Kewajiban Suami Dan Istri Dalam Rumah Tangga? selamat membaca.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh Semoga Alloh selalu menjaga ustadz. Afwan ustadz , mau tanya bagaimana jika seorang suami lebih mementingkan orang tua dan saudaranya dalam semua hal terutama dalam hal nafkah di banding keluarganya sendiri (istri dan anaknya) sehingga membuat hubungan rumah tangga jadi kurang harmonis karna istri harus selalu mengalah? Mohon pencerahan Jazakallohu Khayran
Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh
Aamiin, jazakallah khairan atas doa yang terpanjat, dan semoga Allah juga memberikan keadaan serupa kepada anda dan kita semua.
Manusia dituntut untuk selalu berbuat adil dalam setiap perbutannya, sebagaimana firman Allah ta`ala,”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS. Al Maidah: 8).
Allah Ta’ala berfirman:
أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud: 18).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا
“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim’” (HR. Muslim no. 2577).
Begitupula dalam masalah rumah tangga, ada kewajiban dan hak yang harus di penuhi oleh semua individu, baik ia sebagai suami, istri, anak, orang tua dan sebagainya.
Karena ia adalah amanah yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,”
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ , وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ , فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ , وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ , وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ , وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ , أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin, penguasa yang memimpin manusia dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, seorang lelaki (kepala keluarga) adalah pemimpin keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan seorang perempuan (istri) adalah pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, dan budak juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 7138)
Maka kembali melihat apa dan bagaimana yang dilakukan oleh seorang suami, bila kewajiban nya sebagai suami dan kepala rumah tangga di dalam rumah tangganya telah di lakukan dengan baik, kemudian ia mencoba mengarahkan perhatian lainnya kepada orang tuanya.
Maka hal ini diperbolehkan bahkan sangat dianjurkan karena seorang suami masih mempunyai kewajiban berkhidmah kepada orang tuanya, walaupun ia telah berkeluarga, karena orang tuanya sebagai wasilah baginya untuk mendapatkan surge.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا ، ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ وَأَسْحَقَهُ
“Barangsiapa yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satunya, lalu setelah itu ternyata ia masuk neraka, maka Allah akan masukan ia lebih dalam lagi ke dalam neraka” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, 4/344. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2/42-43).
Berbeda dengan seorang istri yang ia harus lebih memperhatikan suaminya, karena setelah pernikahannya prioritas kewajibannya telah berpindah tangan dan arah untuk suami dan keluarganya dibandingkan kepada orang tua yang membesarkannya.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ
“Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri”
(HR. Abu Daud no. 2140, Tirmidzi no. 1159, Ibnu Majah no. 1852 dan Ahmad 4: 381. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
وليس على المرأة بعد حق الله ورسوله أوجب من حق الزوج
“Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita –setelah hak Allah dan Rasul-Nya- daripada hak suami” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 260)
Sehingga seorang istri jangan terlalu risau ketika suaminya sangat perhatian keapada orang tuanya, bahkan dukunglah ia sebagai suritauladan baik kepada anak anaknya untuk selalu perhatian kepada orang orang tuanya, terlebih ia sebagai anak laki laki.
Jika ia benar niatnya untuk lebih perhatian kepada orang tuanya, bukan bermaksud menyakiti hati istri dan anak anaknya karena telah tidak perhatian dengan hak yang di miliki keluarganya.
Sebagaimana hadits dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ابْدَأْ بنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فإنْ فَضَلَ شيءٌ فَلأَهْلِكَ، فإنْ فَضَلَ عن أَهْلِكَ شيءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فإنْ فَضَلَ عن ذِي قَرَابَتِكَ شيءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا
“Mulailah dari dirimu sendiri, berilah nafkah pada dirimu. Jika ada kelebihan, maka berilah nafkah pada keluargamu. Jika sudah menafkahi keluargamu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah kerabatmu. Jika sudah menafkahi kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah yang terdekat dan seterusnya” (HR. Muslim no. 997).
Sekali lagi, suami harus memenuhi hak istri dan anaknya karena mereka ada di bawah tanggungan suami. Setelah kewajiban kepada keluarga telah dipenuhi oleh suami, maka istri juga harus bersabar dan merelakan yang di lakukan suami untuk orang tuanya atau untuk keluarganya suami karena keuarga sangat membutuhkan uluran tangan suami sesuai batasan batasan yang ada/tidak berlebihan.
Dan bila ternyata ada kesalahan sikap atau ketidak adilan dari suami karena tidak perhatian dengan keluarganya, dan hanya memperhatikan orang tua atau keluarga orang tua saja , maka ingatkanlah dengan cara yang baik dan doakanlah supaya ia bisa berbuat adil kepada setiap orang, terutama kepada istri dan anak anaknya.
Dengan saling mengingatkan dan bersabar dalam kebenaran, berharap Allah memberikan kebaikan dan kemudahanNya di dalam kehidupan kita.
Wallahu a`lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Jum’at, 17 Sya’ban 1444H / 10 Maret 2023 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di