Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu? Berikut Hadistnya.

Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu? Berikut Hadistnya.
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu? Berikut Hadistnya.selamat membaca.
Pertanyaan:
Apakah membatalkan wudhu ustadz jika kita menyentuh kemaluan secara langsung namun tidak disertai syahwat? Jazakallahu khayran
Ditanyakan oleh Santri Mahad BIAS
Jawaban:
Alhamdulillah.
Menyentuh kemaluan tanpa pembatas membatalkan wudhu menurut mayoritas para ulama, di antaranya Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad.
Mereka berdalil tentang hal itu dengan beberapa hadits, di antaranya, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأ
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaklah dia berwudu.”
(HR. Abu Daud, no. 181 dan dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)
Sebagian lain berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu, seperti mazhab Abu Hanifah.
Diantara sebab perbedaan tersebut dianataranya ada pada kedua hadist yang seolah dhahirnya berlawanan, disebutkan oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid,”
وسبب اختلافهم في ذلك أن فيه حديثين متعارضين
”dan sebab perbedaan mereka ( para ulama) dalam masalah ini adanya dua hadis yang bertentangan…”
Diantara dua hadist tersebut adalah hadits dari Tholq bin ‘Ali di mana ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,
مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ : لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ
“Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang ada pula yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemaluanmu itu adalah bagian darimu.” (HR. Ahmad 4/23. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dan hadist kedua yang seolah bertentangan adalah hadits dari Buroh binti Shofwan, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersaba,”
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud no. 181, An Nasa-i no. 447, dan At Tirmidzi no. 82. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jika memandang hadits Tholq, yang disimpulkan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu adalah hadits yang shahih, maka pendapat yang mengatakan bahwa hendaknya hukum berwudhu ketika menyentuh kemaluan hanyalah sunnah (bukan wajib).
Sehingga pendapat yang mengatakan tidak wajibnya berwudhu setelah menyentuh kemaluan, namun baik /sunnah bagi dia untuk berwudhu lagi setelah menyentuhnya, dinilai lebih tepat karena menempuh jalan perrtengahan dengan mengkompromikan dalil, tanpa menghapus salah satu dalil.
Berkata syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,”
وَالْأَظْهَرُ أَيْضًا أَنَّ الْوُضُوءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ مُسْتَحَبٌّ لَا وَاجِبٌ وَهَكَذَا صَرَّحَ بِهِ الْإِمَامُ أَحْمَد فِي إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُ وَبِهَذَا تَجْتَمِعُ الْأَحَادِيثُ وَالْآثَارُ بِحَمْلِ الْأَمْرِ بِهِ عَلَى الِاسْتِحْبَابِ لَيْسَ فِيهِ نَسْخُ قَوْلِهِ : وَهَلْ هُوَ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْك ؟
“Pendapat yang lebih kuat, hukum berwudhu ketika menyentuh kemaluan adalah sunnah (dianjurkan) dan bukan wajib. Hal ini ditegaskan dari salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini telah mengkompromikan berbagai dalil sehingga dalil yang menyatakan perintah dimaksudkan dengan sunnah (dianjurkan) dan tidak perlu adanya naskh pada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukankah kemaluan tersebut adalah sekerat daging darimu?” (Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/241, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H)
Namun bila ingin lebih hati-hati, ada pendapat dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- bahwa menyentuh kemaluan tanpa syahwat disunnahkan (dianjurkan) untuk berwudhu, sedangkan jika dilakukan dengan syahwat diharuskan (diwajibkan) untuk berwudhu.
Inilah pendapat beliau dalam Syarhul Mumthi’ dalam rangka kehati-hatian, untuk melepaskan diri dari perselisihan ulama yang ada. Beliau menjelaskan, “Bahwa seseorang ketika menyentuh kemaluannya, dianjurkan baginya berwudu secara umum, baik dengan syahwat atau tanpa syahwat. Dan kalau menyentuhnya dengan syahwat, pendapat yang mewajibkan (berwudhu lagi) adalah kuat sekali.” (Asy-Syarhul-Mumti, 1/234)
Wallahu Ta’ala a’lam.
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Rabu, 13 Jumadil Awal 1444H / 7 Desember 2022 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini