Muamalah

Apakah Anak Wajib Membayar Hutang Orang Tuanya?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Apakah Anak Wajib Membayar Hutang Orang Tuanya?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan apakah anak wajib membayar hutang orang tuanya? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Saya mempunyai mertua yang mempunyai 2 anak, anak keduanya adalah suami saya.

– Bagaimana hukumnya di agama saat orang tua yang masih memiliki gaji yang lumayan basar tetapi habis (karena hutangnya sendiri) dan akhirnya membebankan kepada anaknya yang sudah berkeluarga?

– Apakah boleh anaknya sampai mengutang demi memenuhi permintaan orang tuanya? Jazakallah khairan Ustadz.

(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS via Instagram Bimbingan Islam)


Jawaban:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Ruh Tergantung Karena Utang

Orang tua yang demikian perlu disampaikan tentang bahaya hutang, Nabi () bersabda:

نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ

Ruh seorang mukmin tergantung karena hutangnya hingga dilunasi” (HR Tirmidzi 1078)

Apa yang dimaksud dengan ruhnya tergantung? Al-Mula Ali Al-Qori menjelaskan:

فَقِيلَ : أَيْ مَحْبُوسَةٌ عَنْ مَقَامِهَا الْكَرِيمِ ، وَقَالَ الْعِرَاقِيُّ : أَيْ أَمْرُهَا مَوْقُوفٌ لَا يُحْكَمُ لَهَا بِنَجَاةٍ وَلَا هَلَاكٍ حَتَّى يُنْظَرَ، أَهَلْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ مِنَ الدَّيْنِ أَمْ لَا؟

Sebagian ulama mengatakan: Ruhnya tertahan untuk menempati tempat yang mulia. Al-Iraqi mengatakan: Ia (di alam barzakh) dalam kondisi terkatung-katung, tidak dianggap sebagai orang yang selamat dan tidak dianggap sebagai orang yang binasa sampai dilihat apakah masih ada hutang yang belum lunas atau belum?” (Mirqotul Mafatih, 5/1948).

Bayangkan, sebaik apa pun orang tua kepada anak, sebertanggung-jawab apa pun orang tua kepada anak, ia tidak akan mendapat ganjaran dan tempat yang mulia sampai hutangnya terlunasi.

Anak Tidak Wajib Membayar Orang Tuanya

Lho kan ada anak sebagai ahli waris yang akan melunasi?

Ketahuilah, anak itu “tidak berkewajiban” melunasi hutang orang tuanya. Jika orang tua mewariskan hutang, maka ambil dari harta orang tua tersebut untuk melunasi, bahkan kalau perlu sampai tak bersisa untuk ahli waris pun tidak masalah.

Kalaupun memang tak ada aset untuk melunasi, maka sang anak itu sifatnya hanya dianjurkan melunasi bukan diharuskan. Ibnu Qudamah rohimahulloh mengatakan,

فَإِنْ لَمْ يَخْلُفْ تَرِكَةً ، لَمْ يُلْزَمْ الْوَارِثُ بِشَيْءٍ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ أَدَاءُ دَيْنِهِ إذَا كَانَ حَيًّا مُفْلِسًا، فَكَذَلِكَ إذَا كَانَ مَيِّتًا

Jika mayit tidak meninggalkan harta waris sedikitpun, maka ahli waris tidak memiliki kewajiban apa-apa. Karena mereka tidak wajib melunasi hutang si mayit andai ia bangkrut ketika masih hidup, maka demikian juga, mereka tidak wajib melunasinya ketika ia sudah meninggal” (Al-Mughni 5/155).

Dosa Yang Muncul Dari Kebiasaan Berhutang

Belum lagi dosa-dosa turunan dari hutang seperti dusta dan ingkar janji, Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ ، حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

Sesungguhnya orang yang (biasa) berhutang jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkari” (HR. Bukhari 789 dan Muslim 925)

Maka berhati-hatilah Anda sebagai orang tua jika masih bermudah-mudahan dalam berhutang, isi hari-hari Anda dengan beribadah dan qona’ah, jangan sampai di sisa umur Anda justru digelayuti kehinaan dan kesengsaraan. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata,

ﻭﺃﻭﺻﻴﻜﻢ ﺃﻥ ﻻ ﺗُﺪﺍﻳﻨﻮﺍ ﻭﻟﻮ ﻟﺒﺴﺘﻢ ﺍﻟﻌﺒﺎﺀ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺪّﻳﻦ ﺫُﻝُّ ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ ﻭﻫﻢ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ ، ﻓﺪﻋﻮﻩ ﺗﺴﻠﻢ ﻟﻜﻢ ﺃﻗﺪﺍﺭﻛﻢ ﻭﺃﻋﺮﺍﺿﻜﻢ ﻭﺗﺒﻖ ﻟﻜﻢ ﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﺎ ﺑﻘﻴﺘﻢ

Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup” (Ma’alim Al-Ishlah wa At-Tajdid 2/71)

Sebaiknya Jangan Kita “Ganggu” Keuangan Anak

Tidak selayaknya juga seorang ayah yang masih memiliki penghasilan untuk ‘mengganggu’ keuangan anaknya yang sebenarnya tidak lebih baik dari ayahnya.

Nasihat saya bagi yang masih suka berhutang; turunkan gaya hidup Anda & sederhanakan bahagia Anda.

Tidak perlu anaknya sampai berhutang demi gaya hidup orang tuanya, kewajibannya adalah menasihati dengan sopan. Diperbolehkan seorang anak sampai hutang jika hal tersebut adalah urgen atau darurat, misal untuk biaya berobat orang tua, apalagi jika memang tidak ada aset yang bisa diuangkan.

Namun ingat, catatannya adalah jangan sampai berhutang dengan cara-cara yang tidak dibenarkan syariat, seperti hutang di lembaga ribawi atau yang semisalnya.

Wallohu A’lam

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah
حفظه الله
Kamis, 1 Rabiul Akhir 1444 H/ 27 Oktober 2022 M


Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI IMAM SYAFI’I Kulliyyatul Hadits, dan Dewan konsultasi Bimbingan Islam,
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله klik disini

Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, S.Ag., M.Ag.

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Hadits 2010 - 2014, S2 UIN Sunan Kalijaga Qur’an Hadits 2015 - 2019 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dynamic English Course (DEC) Pare Kediri, Mafatihul Ilmi (Ustadz Dzulqarnaen) sedang diikuti | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Kuliah Pra Nikah Naseeha Project

Related Articles

Back to top button