Manhaj

Apa Itu Mujahadah dan Barzanji?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Apa Itu Mujahadah dan Barzanji?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang apa itu mujahadah dan barzanji? Selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam kebaikan dan lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Langsung ke pertanyaannya saja ya ustadz.

  1. Pengertian dari mujahadah dan barzanji itu apa?

  2. Kalau masuk dalam perkara bidah apakah kita boleh membantu dalam acara tersebut misal rewang bagi perempuan. Karena kalau tidak membantu keluarga nanti dikira wanita pemalas dan tidak mau bantu acara keluarga.

(Disampaikan oleh Fulanah, penanya dari media sosial Bimbingan Islam)


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّه

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Selamat datang di Media Sosial Bimbingan Islam, semoga Allah selalu membimbing kita semua di dalam jalan keridhoan-Nya.

1. Pengertian Dari Mujahadah

Mujahadah dan jihad adalah mashdar (asal kata) dari fi’il (kata kerja) jaahada – yujaahidu – mujahadah wa jihad

جَاهَدَ يُجَاهِدُ مُجَاهَدَةً وَجِهَادًا

Mujahadah dan jihad secara bahasa memiliki beberapa arti:

  • Berusaha dengan sungguh-sungguh, mengerahkan segenap kemampuan.

Seperti firman Alloh Ta’ala:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan jika keduanya berjihad (memaksamu) untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman/31: 15)

  • Melawan dan menghadapi dengan kekuatan.

Seperti firman Alloh Ta’ala:

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya”.
(QS. At-Taubah/9: 73; At-Tahrim/66: 9)

Berjihad melawan orang-orang kafir dengan dakwah dan senjata, sesuai dengan keadaan. Sedangkan berjihad melawan orang-orang munafiq adalah dengan perkataan yang tegas kepada mereka.

  • Berjuang untuk menundukkan.

Seperti sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam di dalam hadits berikut ini:

عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ: «أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمُؤْمِنِ؟ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ، وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذَّنُوبَ

Dari Fadlalah bin ‘Ubaid, dia berkata: Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda saat haji wada’:
“Maukah kalian aku beritahukan tentang orang mu’min, (orang mu’min adalah) orang yang (membuat) orang lain aman atas harta dan diri mereka, orang muslim adalah orang yang (membuat) orang lain terhindar dari (bahaya) lidah dan tangannya,
mujahid adalah orang yang berjuang menundukkan dirinya dalam mentaati Allah dan muhajir adalah orang meninggalkan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa.”

(HR. Ahmad, no. 23958; Ibnu Hibban, no. 4862. Dishohihkan Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shohihah, no. 549; dan Syaikh Al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad, no. 23958)

Istilah mujahadah biasanya yang dimaksud adalah makna ketiga sebagaimana di atas, yaitu berjuang menundukkan diri sendiri dalam menaati Allah. Dan mujahadah yang benar harus sesuai dengan syari’at Islam, tidak boleh sampai menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang halal. Karena terjadi pada sebagian kaum muslimin berdalih melakukan mujahadah, namun menyelisihi syari’at.

2. Pengertian Barzanji

Barzanji atau berjanjen yang dimaksud biasanya adalah membaca sebuah kitab yang bernama ‘Iqdul Jauhar Fî Maulid an-Nabiyyi al-Azhar’ atau yang terkenal dengan nama Maulid Barzanji, karena ditulis oleh Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji. Ia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama Barzinj sebuah tempat di Kurdistan.
(Lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Berzanji)

Kitab Maulid Barzanji mengandung sejarah dan perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, dalam penyajiannya dipenuhi dengan lafadz-lafadz dan pujian-pujian ghuluw (melewati batas) kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Lihat: https://almanhaj.or.id/2584-mengapa-harus-barzanji.html)

Memuji Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pujian yang benar tidak mengapa, namun memuji dengan kelewat batas dilarang.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ عَلَى المِنْبَرِ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ، وَرَسُولُهُ»

Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar ‘Umar radliallahu ‘anhum berkata di atas mimbar, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kalian memujiku dengan melampaui batas sebagaimana orang Nashrani memuji ‘Isa bin Maryam dengan melampaui batas. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya).” (HR. Bukhori, no. 3445)

Kitab Maulid Barzanji biasa dibaca dengan berjamaah pada perayaan maulid Nabi pada tanggal 12 Rabi’ûl awwal. Kemudian jamaah berdiri di saat mahalul qiyam, yaitu pada pembacaan kelahiran beliau. Hal ini dilakukan dengan anggapan ruh Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam hadir.

Kitab ini juga biasa dibaca ketika akikah, khitanan, pernikahan, dan lainnya.

Amalan seperti ini tidak dituntunkan oleh Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wassalam dan sahabatnya, maka sebaiknya ditinggalkan. Sebab Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wassalam telah bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami padanya, maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim no: 1718)

Sebagai umat Islam, kita wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad telah menyampaikan agama Islam dengan sempurna, sehingga tidak boleh ada penambahan kepada-nya. Alloh Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agamamu.” (QS. Al-Maidah/5: 3)

Imam Ibnu Katsir -rohimahulloh(wafat th 774 H) berkata di dalam tafsirnya:Ini nikmat Alloh terbesar kepada umat ini, yaitu Alloh Ta’ala menyempurnakan agama mereka untuk mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama apapun selainnya, dan mereka tidak membutuhkan seorang Nabi-pun selain Nabi mereka. Oleh karena inilah Alloh menjadikan beliau sebagai penutup seluruh para Nabi dan (Alloh) mengutus beliau kepada seluruh manusia dan jin. Tidak ada yang halal kecuali apa yang beliau halalkan. Tidak ada yang harom kecuali apa yang beliau haromkan. Tidak ada agama kecuali apa yang beliau syari’atkan. Segala sesuatu yang beliau beritakan, maka hal itu haq dan benar (sesuai kenyataan), tidak ada kedustaan padanya dan tidak ada kesalahan.
(Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, surat Al-Maidah, ayat: 3)

Imam Malik bin Anas –rohimahulloh– (wafat th 179 H) berkata: “Barangsiapa membuat perkara baru di dalam Islam, dia memandangnya sebagai kebaikan, maka sesungguhnya dia telah menyangka bahwa Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wassalam telah mengkhianati risalah (tugas menyampaikan agama), karena Alloh telah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al-Maidah/5 :3) Oleh karena itu, apa saja yang pada hari itu tidak menjadi agama, pada hari inipun juga tidak menjadi agama”.
(Kitab Al-I’tishom, juz: 2, hlm: 64, karya Imam Asy-Syatibi)

3. Membantu Amalan Bid’ah

Amalan barjanzen sebagaimana di atas termasuk amalan baru yang tidak dituntunkan, maka sudah selayaknya seorang yang menginginkan keselamatan untuk menjauhinya, dan tidak ikut membantunya. Karena tidak boleh saling menolong di dalam keburukan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Maidah/5: 2)

Adapun khawatir dianggap wanita pemalas, sebab tidak mau membantu acara keluarga, maka disampaikan dengan bijak bahwa amalan ibadah yang tidak dituntunkan merupakan kemaksiatan, dan mohon maaf jika bisa ikut membantunya. Namun sebagai gantinya, anda harus lebih rajin di dalam membantu keluarga di dalam perkara-perkara yang tidak dilarang agama. Bahkan seharusnya untuk selalu berbuat kebaikan, suka menolong, bersikap ramah, bergaul dengan baik, sehingga keluarga akan memahaminya.

Semoga Alloh selalu membimbing kita di dalam kebenaran dan kebaikan di dunia dan di akhirat.

Dijawab oleh:
Ustadz Muslim Al-Atsari حفظه الله

Rabu, 03 Rabiul Akhir 1442 H/ 18 Desember 2020 M



Ustadz Muslim Al-Atsari حفظه الله
Beliau adalah Pengajar di Pondok Pesantren Ibnu Abbas As Salafi, Sragen
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Muslim Al-Atsari حفظه الله klik disini

Ustadz Muslim Al-Atsary

Beliau adalah Pengajar di Pondok Pesantren Ibnu Abbas As Salafi, Sragen

Related Articles

Back to top button