Keluarga

Apa Hukum Shighat Taklik Talak? Berikut Penjelasannya!

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Apa Hukum Shighat Taklik Talak? Berikut Penjelasannya!

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Apa Hukum Shighat Taklik Talak? Berikut Penjelasannya!. selamat membaca.

Pertanyaan:

بسم الله الرحمن الرحيم

Assalaamu’alaikum ustadz mau bertanya. Saat menikah sang suami menandatangani sebuah pernyataan yang diajukan oleh pihak KUA yang salah satu pernyataannya adalah “Apabila sang suami tidak menafkahi istri selama 6 bulan berturut-turut maka jatuhlah talak”. Yang ana mau tanyakan. Apakah ini benar-benar jatuh??

Dan apakah uang HARAM tidak sah menjadi nafkah bagi sang istri jadi seolah-olah tidak dinafkahi sama sekali maka jatuhlah talak..? Jazaakallaahu khairan katsiiraa ustadz.

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

apa yang disebutkan di dalam buku nikah yang dikenal dengan sighat ta`liq yang artinya ia adalah suatu perjanjian syarat yang dibaca oleh seorang suami dalam menikahi seorang wanita untuk mengikat dengan syarat syarat tertentu.

Dimana syarat syarat tersebut dapat dijadikan dasar seorang wanita untuk menggugat/meminta cerai dan dasar bagi seorang hakim untuk memutuskan perceraian karena ada syarat/perjanjian kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh seorang suami.

Maksud dari syarat/syighoh ta`liq adalah berfungsi untuk melindungi hak seorang wanita dari suami yang tidak menjalankan kewajibannya untuk memberikan nafkah lahir ataupun batin.

Shighat taklik ini adalah sebagai hak dari seorang wanita dari suaminya, sehingga bila haknya dituntut atau digugat oleh seorang istri maka akan jatuh talak sesuai dengan apa yang telah disyaratkan di awal, namun bila tidak digunakan oleh seorang istri maka talak tidaklah terjatuh.

Semua ini karena adanya proses permintaan gugatan dari seorang istri untuk meminta cerai maka hakim di depan persidangan yang akan memutuskan gugatan istri akan di terima atau tidak dan bukan di depan KUA, kecuali ada perwakilan kepada KUA untuk memutuskan, namun sependek yang saaya ketahui pihak KUA tidak mendapatkan mandat tersebut.

Apakah shighat ta`liq itu bertentangan dengan syariat islam? Maka perbuatan ini tidak bisa serta merta dianggap sebagai pelanggaran, sebagaimana yang disebutkan di atas.

Walaupun sebenarnya tidak diperlukan karena sudah termasuk dari kewajiban bagi seorang suami, namun karena pertimbangan tertentu pihak Kemenag memandang perlunya shighat ini hendaknya dilakukan.

Dicoba kembali melihat lafadz shighat ta`liq yang di baca oleh seseorang,”

saya : ……Fulan………. bin ………Fulan………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ……Fulanah…….. binti ………Fulan…….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut, saya menyatakan sighat ta’liq sebagai berikut :

Apabila saya :

  1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
  2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
  3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
  4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl(pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.”

Maka sebenarnya tidak ada yang salah dalam kalimat di atas, bahkan semua point diatas termasuk kewajiban suami kepada istrinya. Sehingga ketika seorang suami melakukan kedzaliman dengan tidak menjalankan kewajibannya untuk memberikan hak-hak istri, maka menjadi hak istri pula mengajukan gugatan kepada suaminya melalui hakim/pemerintah.

Mu’asyarah bil ma’ruf, mempergauli istri dengan baik, ini kewajiban yang Allah sebutkan dalam al-Quran. Allah berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Pergaulilah mereka dengan cara yang makruf (baik). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. an-Nisa: 19)

Apakah hukumnya wajib membaca shighat ta`liq bagi seorang suami dalam akad nikahnya? Ternyata tidak, seseorang berhak menolaknya.

Sebagaimana yang telah diputuskan dan sarankan oleh MUI “

MEMUTUSKAN :

Berpendapat :

  1. Materi yang tercantum dalam sighat ta’liq talaq pada dasarnya telah dipenuhi dan
    tercantum dalam Undang-Undang No. 1/1974 tentang Perkawinan dan UndangUndang Nomor 7/1989 tentang Peradilan Agama.
  2. Menurut Kompilasi Hukum Islam Indonesia (KHI), perjanjian ta’liq talaq bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan (KHI Pasal 46 ayat 3).

Menyarankan : Pengucapan sighat ta’liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita (isteri) yang ketika itu belum ada peraturan

perundang-undangan tentang hal tersebut, sekarang ini pengucapan sighat ta’liq talaq

tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah pembentukan keluarga bahagia sudah dibentuk BP4 dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.”

(Tertanggal 7 September 1996 M, DEWAN PIMPINAN ,MAJELIS ULAMA INDONESIA

Baca Juga:  Hukum Steril Untuk Wanita Karena Masalah Medis

Ketua Umum : K.H. HASAN BASRI , Sekretaris Umum : DRS. H.A. NAZRIADLANI

Ketua Komisi Fatwa : PROF. K.H. IBRAHIM HOSEN, LML)

Dapat di pahami dari pernyataan MUI diatas bahwa seorang suami berhak untuk tidak mengucapkan shighat ta`liq dalam pernikahannya, namun juga bukan hal yang terlarang untuk mengucapkannya karena isinya adalah bagian dari kewajiban yang sudah menjadi keharusan seorang suami.

Bila shighat ta`liq talak dilakukan, maka keseluruhannya adalah hak seorang istri untuk menggunakannya atau mengabaikannya ketika hak-hak nya tidak diterima.

Dari sanalah dasar gugatan cerai bisa diteruskan ke tingkat selanjutnya, sehingga bukan juga menjadi talak yang otomatis terjadi bila syarat pernikahan yang digantungkan terjadi, semuanya ditangan istri apakah mau menggunakan sebagai alat untuk menggugat cerai suaminya atau tidak.

talak dari sebab shighat Ta`lik apakah ia fash (dibatalkan) atau talak?

Terjadi khilaf dalam masalah ini, sebagaimana yang dijelaskan oleh syekh abdul aziiz bin baz ketika ditanya dalam masalah ini,,”

هل الخلع طلاق، بحيث إذا خالع الرجل زوجته وقد سبق له أن طلقها طلقتين قبل الخلع فهل الخلع يعتبر الطلقة الثالثة أم أنه يجوز أن يراجعها إذا رضيت؟

الجواب:

هذا موضع خلاف بين أهل العلم، ومحله المحاكم، لكن إذا كان خلعها بنية الطلاق تقع طلقة، إذا قال خلعتك أو فسختك أو ما أشبه ذلك نوى به الطلاق تكون طلقة، النبي ﷺ قال للمختلع قال: طلقها تطليقة فإذا أخذ المال وقال: هي طالق، أو قال خلعتها أو فسختها بنية الطلاق صار طلقة واحدة إذا كان قبلها طلقتان، تمت الثلاث.

أما إذا خلعها بدون نية الطلاق قال خلعتها -لما أخذ المال قال خلعتها أو فسختها- ولا ذكر الطلاق، قال: خلعتها، هذا محل خلاف، لكن بعض أهل العلم يحسبها طلقة، وبعض أهل العلم لا يحسبها طلقة، وهذا يرجع إلى المحاكم عند من له مسألة حتى ينظر الحاكم في الموضوع.

“Apakah khulu itu talak, dimana ketika suami menerima kuluk istrinya yang telah terjadi dua talak sebebelum khulu, apakah ia termasuk talak yang ketiga? Atau apakah bisa suaminya kembali bila istrinya ridha?

Maka beliau menjawab,” hal ini ada perbedaan pendapat di antara ulama, keputusan ada di pengadilan. Namun bila suami mengkhulu dengan niatan talak maka terjadi satu talak. Bila suami berkata,” aku khuluk kamu atau batalkan dirimu atau semisalnya dengan niat talak maka ia termasuk talak. Sebagaimana sabda Nabi shallahu alaihi wasallam kepada seorang ( ssahabat) yang melakukan khuluk (kepada istrinya),”talaklah istrimu satu talak.” maka bila ia mengambil harta dan berhata,” ia(istrinya) telah bebas.” atau mengakatakan,” akhu khuluk kamu atau batalkan dirimu dengan niat talak maka ia adalah talak satu , belum ternyata sebelumnyatelah terjadi talak sebanyak 2 kali, maka yang ini termasuk yang ke tiga.

Adapun bila ia khulu` istrinya tanpa ada niat talak dengan mengatakan,” aku telah khuluk dia- maka ketia ia ambil harta dan mengakatan,” aku khuluk dia atau aku batalkan ( pernikahan dengannya), walaupun dengan mengunnakan lafadz talak. Ia katana,” aku talak dia.” maka ini yang diperselisihkan. Namun sebagian ulama mengganggap hal itu sebagai talak,

(https://binbaz.org.sa/fatwas/2248/)

Sebagian para ulama mengatakan, bahwa talak nya dalam masalah khulu diantaranya adalah gugatan cerai/talak karena shighat talik maka walaupun sebagian mengatakan itu adalah talak satu namun yang dimaksudkan talak satu disini adalah talak satu bain syughra artinya seseorang bila ingin ruju` kembali dengan istrinya ia harus memulai kembali dengan akad baru dan mahar baru, karena mahar sebelumnya telah dikembalikan dan akadnya walaupun itu talak satu pada hakikatnya ia telah lepaskan, maka bila ia ingin ikat lagi dalam pernikan ia harus mengulanginya lagi dari awal.

Sebagai tambahan dari apa yang ditanyakan terkait talak yang terjadi karena syarat yang tidak terpenuhi atau khulu` maka talaknya adalah paksaan yang dijatuhkan oleh hakim /pengadilan karena ketidakmampuan atau ketidakmauan seorang suami dalam menjalankan kewajibannya, sehingga ia akan dipaksa untuk menjalani hukum tersebut karena bila ia menolak maka akan dapat mencelakakan istrinya.

terkait dengan nafkah dari sesuatu yang haram pada dasarnya ia bukan rizki yang baik yang patut untuk di berikan kepada istri atau keluarganya karena Allah tidak menyukai sesuatu yang tidak baik. hendaknya seorang suami memberikan rizki yang halal dan baik kepada dirinya dan keluarganya.

Semoga Allah memberikan kemampuan kepada kita semua untuk selalu menjalankan kewajiban kita sebagai hamba dan juga sebagai rakyat yang telah diatur oleh pemerintah.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Selasa, 14 Sya’ban 1444H / 7 Maret 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button