KeluargaKonsultasi

Anak yang Meninggal Sebelum Usia 7 Hari, Apakah Harus Tetap Aqiqah dan Diberi Nama?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Anak yang Meninggal Sebelum Usia 7 Hari, Apakah Harus Tetap Aqiqah dan Diberi Nama?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang baik hati berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang anak yang meninggal sebelum usia 7 hari, apakah harus tetap aqiqah dan diberi nama?
Silahkan membaca.


بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد

Hadits Pensyariatan Aqiqah

Pertama harus diketahui dulu tentang hukum ‘Aqiqah dan tentang pensyari’atanya. Ada banyak hadits yang menjelaskan tentang syar’at ‘Aqiqah ini;

1. Hadits Salman bin ‘Amir

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «مع الغلام عقيقته، فأهريقوا عنه دمًا، وأميطوا عنه الأذى»

“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,1.” (1)

2. Hadits Samurah bin Jundub

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «كل غلام رهينة بعقيقته، تُذبح عنه يوم سابعه، ويحلق، ويُسمَّى

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,2

“Barangsiapa yang melahirkan seorang anak dan ingin menyembelih untuknya, maka sembelihlah untuk bayi laki-laki dua kambing yg sama dan untuk bayi perempuan satu kambing” (3)

Hukum asal dari Aqiqah

Dari beberapa hadits yang kami nukilkan di atas bisa diambil beberapa faidah, di antaranya;

1. Hukum meng’aqiqahi anak adalah sunnah muakkadah, dan bukan wajib. Dan inilah pendapat yang dipegang oleh jumhur ‘ulama. Hal ini didasarkan pada hadits Abdullah bin ‘Amr di atas

من ولد له ولد فأحب أن ينسك عنه فلينسك

Di dalam perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di atas, beliau mengatakan, “…..dan menginginkan untuk menyembelih untuk anaknya tersebut….”

Jikalau perkara ‘Aqiqah ini wajib, maka tidak mungkin beliau mengatakan “meninginginkan”.

2. Makna perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “setiap anak tergadaikan (tertahan) dengan ‘aqiqahnya,” adalah di hari akhir, anak tersebut tertahan untuk memberikan syafa’ah bagi orang-tuanya di akhirat kelak, karena ayahnya belum mengeluarkan ‘aqiqah baginya. (4)

3. Sunnahnya ‘Aqiqah dilakukan pada hari ke-7, sebagaimana yang ditunjukan pada hadits Samurah bin Jundub di atas. Boleh meng’aqiqahi anak di selain hari ke-7, yaitu di hari ke-14 atau hari ke-21, atau sesuai dengan kemampuanya.
Seandainya di’aqiqahi sebelum hari ke-7 pun, tetap ‘Aqiqahnya sah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, dan ‘ulama selain beliau. Walaupun dalam hal ini, di hari ke-7 lah yang paling afdhol.

4. Cara menghitung hari ke-7 adalah dengan mengurangi hari kelahiranya dengan 1 hari. Semisal lahir hari kamis, maka hari ke-7 nya adalah pekan kedapan hari Rabu. Karena kamis dikurangi satu hari adalah hari Rabu.

5. Bersamaan dengan ‘Aqiqah ini pulalah, bayi dipangkas rambutnya dan diberi nama. Walaupun tetap diperbolehkan untuk memberi nama bayi tersebut sebelum hari ke-7.

Lajnah Da’imah pernah ditanya tentang kapan waktu yang afdhol untuk menamai bayi. Di hari ke-7 atau ketika di hari kelahirannya?

Maka mereka menjawab,

أما وقت تسمية المولود ففيه سعة، فإن سماه يوم ولادته أو في اليوم السابع، فقد ورد ما يدل على ذلك، فروى البخاري ومسلم في الصحيحين من حديث سهل بن سعد الساعدي قال: «أتي بالمنذر بن أسيد إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم حين ولد، فوضعه النبي صلى الله عليه وسلم على فخذه، وأبو أسيد جالس فلهى النبي صلى الله عليه وسلم بشيء بين يديه، فأمر أبو أسيد بابنه فاحتمل من على فخذ النبي صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أين الصبي؟ ” فقال أبو أسيد: قلبناه يا رسول الله، فقال: “ما اسمه؟ ” قال: فلان، قال: “لا؟ ولكن اسمه المنذر. وفي صحيح مسلم من حديث سليمان بن المغيرة، عن ثابت عن أنس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ولد لي الليلة غلام فسميته باسم أبي إبراهيم. وروى أحمد وأهل السنن عن سمرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «كل غلام رهينة بعقيقته، تذبح عنه يوم سابعه، ويسمى فيه، ويحلق رأسه.

Adapun waktu penamaan anak yang baru dilahirkan maka ada kelonggaran padanya, seandainya ia menamakannya di hari kelahiranya atau di hari ke-7, maka ada dalil yang menunjukan atasnya (keduanya).

Imam Bukhari dan Imam Muslim, di dalam kitab Shahih mereka masing-masing, meriwayatkan hadits dari sahabat Sahl bin Sa’din As Saa’idy beliau berkata, “Al Mundzir bin Usaid dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada hari kelahiranya, maka Nabi pun meletakkanya di atas pangkuanya. Abu Usaid pun duduk dan Nabi pun memainkan sesuatu di hadapan si bayi. Abu Usaid Memerintahkan untuk mengambil anaknya dari pangkuan Nabi.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun berkata, “Dimana anak tadi?” Maka berkata Abu Usaid, “Kami pindahkan Ya Rasulullah.”
Maka Nabi pun bertanya lagi, “Siapa namanya?” Maka Ia pun menjawab, “Fulan.”
Maka Rasulullah pun mengatakan, “Bukan, tapi namanya adalah Al Mundzir(5)

Di Shahih Muslim, dari hadits Sulaiman bin Al Mughirah dari Tsabit bin Anas, ia berkata, Rasulullah berkata, “Malam ini anakku laki-laki lahir dan aku beri ia nama dengan nama ayahku (nenek moyangku) Ibrahim.” (6)

Imam Ahmad dan Imam Ashabus Sunan meriwayatkan dari Samurah bin Jundub, ia berkata, Rasulullah bersabda,3 (7) (8)

6. Bagaimana jika bayi meninggal sebelum usia 7 hari, entah itu meninggal di kandungan atau meninggal ketika sudah dilahirkan, apakah tetap di’aqiqahi dan diberi nama?

A) Jika janin tersebut sebelum ditiupkan ruh, yaitu pada kehamilan hari ke-120, maka tidak dianggap bayi (anak). Jika keguguran pada usia ini, tidaklah di’aqiqahi dan juga diberi nama.

B) Jika ia meninggal setelah usia 120 hari, entah meninggal karena keguguran, atau meninggal sehari atau beberapa hari setelah kelahiranya, maka tetap disunnahkan untuk di’aqiqahi dan diberi nama.

Untuk lebih rincinya dalam permasalahan ini bisa merujuk pada kitab Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Al Utsaimin, bab ‘Aqiqah peratanyaan ke 159.

Wallahu ‘alam.

Referensi

  1. Hadits Shahih riwayat Bukhari secara mu’allaq, dan Abu Dawud (2839), Tirmidzi (1515), An Nasa’I (4214), Ibnu Maajh (3164), dan Ahmad (16299), dishahihkan oleh Syu’aib Al Arnauth di Tahkrij Al Musnad.
  2. Hadits Shahih dishahihkan oleh Al Albany di dalam Irwa’ Al Ghalil no 1165, Shahih Abu Dawud no.2838, dan Juga Syaikh Syu’aib Ar Arnaauth di dalam Takhriju Zaadil Ma’ad.
  3. Hadits hasan riwayat, Abu Dawud dihasankan oleh Al Albany dalam Shahih Abu Dawud no. 2842, dan juga An Nasa’i no. 4212, dan Ahmad no. 6713
  4. Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin, bab ‘Aqiqah pertanyaan ke-130
  5. Hadits Shahih riwayat Bukhari no.6191 dan Shahih Muslim 2149
  6. Hadits Shahih riwayat Bukari no.1303 dan Shahih Muslim no.2315, dan juga Abu Dawud dan Imam Ahmad.
  7. Sunan Tirmidzi no.1522, An Nasa’I no.4220, Abu Dawud no.2837, Ibnu Maajah no. 3165 dan Ahmad (5/8)
  8. (Fatwa Lajnah Da’imah nomer 2392)

 

Ditulis Oleh:
Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H., حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)



Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H., حفظه الله
Beliau adalah Alumni UNS dan STDIIS, Pengajar di Ponpes Al Irsyad Tengaran dan Ponpes Muslim Merapi Boyolali
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H., حفظه الله  
klik disini

  1. Pada setiap anak ada aqiqahnya, maka sembelihlah untuknya dan hilangkan gangguan darinya []
  2. Setiap anak tergadaikan (tertahan) dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya hari ke-7 kelahiranya, dipangkas rambutnya dan diberi nama” (2)

    3. Hadits Abdullah bin ‘Amr

    Bahawasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang ‘Aqiqah, maka beliau menjawab, “

    ((من ولد له ولد فأحب أن ينسك عنه فلينسك عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة []

  3. Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya di hari ke-7, diberi nama, dan dipangkas rambutnya. []

Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H.,

Beliau adalah Alumni UNS dan STDIIS, Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Sebagai Pengajar di Ponpes Al Irsyad Tengaran dan Ponpes Muslim Merapi Boyolali

Related Articles

Back to top button