Ibadah

Al-Quran Bisa Menjadi Sebab Pahala atau Dosa

Al-Quran Bisa Menjadi Sebab Pahala atau Dosa

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan al-quran bisa menjadi sebab pahala atau dosa. Selamat membaca.


Pertanyaan:

Mohon penjelasannya mengenai perkataan “Sungguh al-Quran itu menjadi sumber pahala untuk sebagian kalian dan menjadi sumber dosa untuk sebagian lainnya.” (Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu’anhu dalam Shifa Shofwah 1/558)

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Makna kalimat yang disebutkan di atas sebagaimana yang telah disebutkan oleh nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam,”

وَالقُرْاَنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim no. 223)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarh Arba’in An Nawawiyyah berkata, ”Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu, jika engkau melaksanakan nasihat terhadap Al Qur’an.” Nasihat terhadap Al Qur’an telah dijelaskan pada hadits ke-7 dari Al Arba’in An Nawawiyah yaitu hadits ‘Agama adalah nasihat’.

Dapat dipahami dari hadist tersebut, bila kita bisa memanfaatkan al-Quran dengan bacaannya, mentadabburi maknanya dan mengamalkan segala nasihat-nasihatnya, maka akan menjadi sumber pahala, bila tidak dilakukan, bahkan memalingkan diri dan kehidupannya dari al-Quran maka Allah akan sengsarakan kehidupannya di dunia dan akhirat.

Allah ta`la berfirman ,”

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ الْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Tafsir Quran Surat Thaha Ayat 124

Berkata Syekh Abdurrahman As-Sa`di rahimahullah ta`ala:

Yaitu: “Tidak mau mengamalkannya atau lebih parah dari itu, yaitu tidak beriman dan mendustakannya. Yakni Al Qur’an.

Yakni hidupnya di dunia sempit, tidak tenang dan tenteram, dadanya tidak lapang, bahkan terasa sempit dan sesak karena kesesatannya meskipun keadaan luarnya memperoleh kenikmatan, memakai pakaian mewah, memakan makanan yang enak dan tinggal di mana saja yang ia kehendaki, namun hatinya jika tidak di atas keyakinan yang benar dan petunjuk, maka tetap dalam kegelisahan, keraguan dan kebimbangan. Hal ini termasuk ke dalam kehidupan yang sempit. Ibnu Abbas berkata tentang kehidupan yang sempit, yaitu kesengsaraan. Menurut Abu Sa’id, kehidupan yang sempit adalah disempitkan kuburnya sehingga tulang rusuknya bertabrakan.

Wallahu waliyyuttaufiq, wallahu ta`ala a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Kamis, 28 Sya’ban 1443 H/ 31 Maret 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik disini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button